Akibat Tunggakan Pemerintah, Kinerja PLN Terancam Melorot?

Listrik Indonesia | PT PLN (Persero) bersama Komisi VI DPR RI membahas utang pemerintah kepada perusahaan listrik perat merah tersebut, Kamis (25/6/2020).
Dalam acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) itu, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini membeberkan bahwa pemerintah memiliki tunggakan utang sebesar Rp 45,42 triliun ke PLN.
Zulkifli memaparkan, utang tersebut berasal dari kompensasi tarif sebesar Rp 23,17 triliun pada 2018 dan Rp 22,25 triliun pada 2019. “Kompensasi itu muncul karena pemerintah menahan tarif listrik sejak 2017, padahal biaya pokok produksi listrik terus meningkat. Untuk kompensasi tahun 2018, sebenarnya sudah ada alokasi Rp 7,17 triliun di APBN tahun ini. Tapi sampai sekarang belum dicairkan pemerintah,” ujar dia.
Merespon hal tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Arya Bima, mempertanyakan mengenai dampaknya ke PLN apabila pemerintah tidak segera membayar utang Rp 45,42 triliun tersebut. Pasalnya, Arya Bima mengkhawatirkan PLN dapat terancam bangkrut pada Oktober 2020. "Jadi Pak Dirut yakin PLN enggak bangkrut Oktober?" ujar dia.
Menurut Zulkifli, PLN akan sangat terbantu bila dana Rp 45,42 triliun itu segera dicairkan pemerintah. "Iya Pak, jadi secara umum keuangan PLN akan sangat terbantu Insyaallah dengan dana 45 triliun ini. Dengan masuknya dana tersebut operasional PLN akan aman sehingga secara operasional kami tetap dapat memberikan pelayanan dan berkualitas," imbuhnya.
Seperti kita ketahui bersama, kompensasi subsidi ini ditagihkan PLN ke Kementerian Keuangan melalui Kementerian BUMN. Piutang ini ditagih karena banyak bisnis BUMN termasuk PLN yang terdampak akibat pandemi COVID-19.
Sebut saja, di kuartal I 2020, PLN mengalami kerugian sebesar Rp 38,88 triliun. Kinerja keuangan PLN mengalami penurunan dibanding kuartal I 2019 yang berhasil meraup laba bersih Rp 4,157 triliun. Dalam data yang dirilis Kementerian BUMN, utang pemerintah yang harus dibayar ke PLN mencapai Rp 48,46 triliun. (TS)
Dalam acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) itu, Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini membeberkan bahwa pemerintah memiliki tunggakan utang sebesar Rp 45,42 triliun ke PLN.
Zulkifli memaparkan, utang tersebut berasal dari kompensasi tarif sebesar Rp 23,17 triliun pada 2018 dan Rp 22,25 triliun pada 2019. “Kompensasi itu muncul karena pemerintah menahan tarif listrik sejak 2017, padahal biaya pokok produksi listrik terus meningkat. Untuk kompensasi tahun 2018, sebenarnya sudah ada alokasi Rp 7,17 triliun di APBN tahun ini. Tapi sampai sekarang belum dicairkan pemerintah,” ujar dia.
Merespon hal tersebut, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Arya Bima, mempertanyakan mengenai dampaknya ke PLN apabila pemerintah tidak segera membayar utang Rp 45,42 triliun tersebut. Pasalnya, Arya Bima mengkhawatirkan PLN dapat terancam bangkrut pada Oktober 2020. "Jadi Pak Dirut yakin PLN enggak bangkrut Oktober?" ujar dia.
Menurut Zulkifli, PLN akan sangat terbantu bila dana Rp 45,42 triliun itu segera dicairkan pemerintah. "Iya Pak, jadi secara umum keuangan PLN akan sangat terbantu Insyaallah dengan dana 45 triliun ini. Dengan masuknya dana tersebut operasional PLN akan aman sehingga secara operasional kami tetap dapat memberikan pelayanan dan berkualitas," imbuhnya.
Seperti kita ketahui bersama, kompensasi subsidi ini ditagihkan PLN ke Kementerian Keuangan melalui Kementerian BUMN. Piutang ini ditagih karena banyak bisnis BUMN termasuk PLN yang terdampak akibat pandemi COVID-19.
Sebut saja, di kuartal I 2020, PLN mengalami kerugian sebesar Rp 38,88 triliun. Kinerja keuangan PLN mengalami penurunan dibanding kuartal I 2019 yang berhasil meraup laba bersih Rp 4,157 triliun. Dalam data yang dirilis Kementerian BUMN, utang pemerintah yang harus dibayar ke PLN mencapai Rp 48,46 triliun. (TS)
0 Komentar
Berikan komentar anda