Listrik Indonesia | Pemerintah mengusulkan penyesuaian skema subsidi energi dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026. Secara umum, subsidi listrik diproyeksikan meningkat, subsidi BBM tetap stabil, sementara LPG tabung 3 kilogram mengalami kenaikan volume secara moderat.
Dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR RI, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa volume BBM bersubsidi untuk 2026 diusulkan sebesar 19,05–19,28 juta kiloliter (KL). Angka ini sedikit lebih rendah dibanding outlook 2025 yang mencapai 19,41 juta KL.
Dua jenis BBM subsidi tetap dipertahankan, yaitu solar dan minyak tanah. Untuk solar, pemerintah justru mengusulkan peningkatan kuota menjadi 18,53–18,74 juta KL dari 18,44 juta KL pada 2025. Sementara volume minyak tanah tetap di kisaran 0,52–0,54 juta KL, hampir sama dengan proyeksi sebelumnya sebesar 0,53 juta KL.
"Subsidi solar diusulkan tetap Rp1.000 per liter. Saat ini harga keekonomian solar sebesar Rp10.343 per liter, sementara harga jual ke masyarakat Rp6.800 per liter,” ujar Bahlil dalam rapat, Rabu (2/7/2025).
Menurutnya, solar masih berperan penting dalam menunjang aktivitas transportasi darat dan laut, pertanian, perikanan, usaha kecil, hingga layanan umum. Menjaga harga agar tetap terjangkau bagi masyarakat pun menjadi fokus pemerintah.
LPG 3 Kg Bertambah, Skema Penyaluran Dievaluasi
Pemerintah juga mengusulkan volume subsidi untuk LPG 3 kg sebesar 8,31 juta metrik ton (MTon) pada 2026, sedikit meningkat dari target tahun 2025 sebesar 8,17 juta MTon.
Meski skema subsidi tetap mengacu pada selisih harga, pemerintah tengah menyiapkan kebijakan baru agar penyalurannya lebih tepat sasaran. Salah satunya melalui wacana penerapan satu harga nasional untuk LPG.
“Perpres-nya sedang dibahas. Kita ingin perbaikan di sisi distribusi dan pengawasan agar anggaran sebesar Rp80–87 triliun per tahun untuk subsidi LPG tidak bocor dan benar-benar sampai ke yang berhak,” kata Bahlil.
Subsidi Listrik Capai Rp105 Triliun, Jumlah Pelanggan Naik
Di sektor ketenagalistrikan, subsidi yang diajukan pada RAPBN 2026 mencapai kisaran Rp97,37 hingga Rp104,97 triliun. Nilai ini naik dibandingkan APBN 2025 yang menetapkan subsidi listrik sebesar Rp87,72 triliun.
Penentuan besaran subsidi listrik ini mempertimbangkan variabel makro ekonomi, antara lain harga ICP di rentang USD60–80 per barel, kurs rupiah Rp16.500–Rp16.900 per dolar AS, serta inflasi nasional 1,5–3,5 persen.
Volume listrik bersubsidi pada 2026 ditargetkan mencapai 81,56 terawatt hour (TWh), naik dari outlook 2025 sebesar 76,63 TWh. Jumlah pelanggan subsidi juga meningkat menjadi 44,88 juta, naik dari 43,43 juta pelanggan.
“Tambahan pelanggan ini berasal dari integrasi data antara Kementerian Sosial, ESDM, dan PLN dalam program bantuan pasang baru listrik. Langkah ini penting untuk memperluas akses listrik bagi masyarakat kurang mampu,” jelas Bahlil.
Sebagian besar subsidi listrik tetap dialokasikan bagi rumah tangga 450 VA, yaitu sebesar Rp42,5–45,2 triliun atau sekitar 43 persen dari total subsidi. Sementara pelanggan 900 VA mendapat alokasi Rp20,5–22 triliun. Sisanya menyasar usaha kecil, fasilitas sosial, industri kecil, dan kantor-kantor layanan publik seperti balai desa.