Listrik Indonesia | Usulan pemerintah untuk merevisi skema Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sektor mineral dan batubara dari periode tiga tahunan menjadi tahunan memicu diskusi hangat di kalangan pelaku industri tambang.
Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI) menilai perubahan skema tersebut tidak bisa dilakukan secara terburu-buru tanpa landasan kebijakan yang jelas dan mekanisme pelaksanaan yang terukur.
Plt Direktur Eksekutif APBI, Gita Mahyaran, mengungkapkan bahwa saat ini pelaku usaha masih menunggu kepastian dari pemerintah. Pasalnya, regulasi yang mengatur RKAB untuk jangka waktu tiga tahun masih berlaku hingga 2026.
"Kami belum mendapat arahan resmi terkait rencana tersebut. Jika kebijakan diubah, tentu akan diperlukan penyesuaian administratif yang cukup signifikan," ujar Gita dalam keterangan kepada media, Rabu (3/7/2025).
Menurutnya, skema tiga tahunan sejauh ini telah memberikan ruang perencanaan yang lebih matang dan kestabilan dalam menjalankan bisnis tambang. "Selama ini sistem tiga tahun justru memudahkan dan lebih efisien. Namun kami tetap menunggu bagaimana mekanisme baru yang ditetapkan pemerintah nantinya," imbuhnya.
Sementara itu, dorongan perubahan datang dari Komisi XII DPR RI. Wakil Ketua Komisi XII, Bambang Haryadi, menilai sistem RKAB jangka panjang justru menjadi penyebab utama ketidaksesuaian antara target produksi dan kebutuhan industri dalam negeri.
Ia mencontohkan kasus kelebihan pasokan komoditas bauksit yang disebabkan oleh proyeksi produksi yang tidak seimbang dengan kapasitas penyerapan dalam negeri. "RKAB-nya bisa sampai 45 juta ton, tetapi serapan industri hanya 20 juta ton. Ini jelas menimbulkan ketimpangan," ujar Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat di Gedung DPR RI, Selasa (2/7/2025).
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Bahlil Lahadalia, mengakui bahwa skema tiga tahunan telah membuka celah melonjaknya produksi mineral dan batubara tanpa mempertimbangkan permintaan global. Hal ini, menurutnya, membuat pasar mengalami kelebihan pasokan.
"Indonesia menyuplai hampir separuh dari kebutuhan dunia yang sekitar 1,2 hingga 1,3 miliar ton batubara. Kondisi ini menyebabkan harga global menurun karena suplai berlebihan," jelas Bahlil.
Ia menegaskan dukungannya terhadap usulan DPR untuk mengembalikan RKAB ke sistem tahunan demi mengontrol volume produksi dan menjaga keseimbangan pasar.
Untuk 2025, pemerintah telah menetapkan target produksi batubara sebesar 735 juta ton, turun dari capaian tahun sebelumnya yang mencapai 836 juta ton atau sekitar 117% dari target awal. Pemerintah juga tengah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses pemberian RKAB agar tidak memicu kelebihan pasokan di masa mendatang.