Memukau, Satya Hadir sebagai Chairman of the Session dalam Seminar Energi Nasional

Sabtu, 05 Juli 2025 | 13:54:15 WIB
Dr. Ir. Satya Widya Yudha, M.Sc. PhD, chairman of the session saat Seminar Energi Nasional di Jakarta pada 3 Juli 2025.

Listrik Indonesia | Seminar Nasional bertajuk "Implementation of Sustainable Energy Industry Policy towards National Energy Self-Sufficiency", yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta, pada 3 Juli 2025 kemarin berjalan menarik dan informatif.

Dr. Ir. Satya Widya Yudha, M.Sc. PhD yang hadir sebagai chairman of the session seminar tersebut tak hanya tampil memukau namun juga mampu membawa dan mengatur arah diskusi sehingga diskusi menjadi enak ditonton dan padat informasi.

Hadir sebagai pembicara pada seminar adalah; Ketua Komisi XII DPR-RI Bambang Patijaya, Direktur Utama PT Medco Power Indonesia Eka Satria, Guru Besar UGM Prof. Sarjiya, Rektor Institut Teknologi PLN Prof. Iwa Garniwa,  President Director & CEO PT Supreme Energi Nisriyanto, dan Ketua Umum Asosiasi Produsen Peralatan Listrik Indonesia Yohanes P. Widjaja.

Kemampuan Satya dalam mengatur jalannya diskusi terlihat saat pembahasan tentang energi panas bumi berlangsung. Diawali dari komentar Eka Satria yang mempersoalkan perbedaan “playing field” antara renewable energy dan fossil fuel. Bahkan Eka juga menegaskan bahwa Pemerintah memberikan subsidi kepada pengembangan energi fosil, sementara energi terbarukan belum ada.

Dengan kecakapannya, Satya langsung menyambar statement tersebut dengan langsung melontarkan pertanyaan kepada Ketua Komisi XII Bambang Patijaya. “Renewables dan fossil level playing field-nya belum sama, dengan memberikan contoh bahwa banyak insentif dan bahkan subsidi yang diberikan kepada energi fosil, energi baru dan terbarukan masih belum. Untuk itu perlu ditelaah oleh pemangku kebijakan untuk melihat agar ke depan ada keadilan antara fossil fuel dengan renewables. Tentunya ini menjadi catatan Bambang Patijaya dan teman-teman di Komisi XII,” ujar Satya sambil mengarahkan pertanyaan kepada Bambang.

Beberapa kali Satya merujuk data dan pengalamannya saat menjadi anggota Komisi VII DPR RI periode 2009-2014 dan 2014-2019. “Mencontohkan bahwa panas bumi dari eksplorasi hingga produksi menjadi tanggung jawab kontraktor baik ketika rugi atau pun untung. Namun di minyak dan gas bumi ada mekanisme cost recovery dimana begitu berproduksi maka biaya awal akan diganti dengan mengurangi besaran produksi yang dimiliki pemerintah. Untuk itu perlu kebijakan agar memperlakukan yang sama. Ini tentunya memerlukan dukungan daripada pemangku kebijakan supaya renewables juga mendapatkan stimulan-stimulan yang kira-kira sama dengan fosil,” ungkap Satya memancing Ketua Komisi XII Bambang Patijaya.

Bambang pun menjawab dengan akan mendorong kemampuan energi terbarukan seperti geothermal untuk bisa tumbuh baik. Karena dia beranggapan bahwa potensi panas bumi Indonesia menduduki peringkat kedua di dunia dengan potensi sekitar 23.965,5 Mega Watt (MW).

Pada akhir seminar Satya pun menutup dengan rangkuman konklusi dari para pembicara dengan manis. Dengan pertanyaan yang lugas, bahwa tahun 2060 demand final energy sangat besar, kalau pun semua kekayaan alam diutilisasi masih juga kurang. Satya menanyakan kira-kira strategi apa yang perlu dibuat agar bisa terpenuhi. Prof Iwan Garniwa terpancing dan mengungkapkan bahwa perlunya pembangkit nuklir untuk mengisi gap tersebut dan jawaban ini diamini oleh panelis yang lain. Audience yang berjumlah sekitar 200 orang pun pun terlihat puas dengan argumentasi para panelis dalam seminar yang bertajuk  "Implementation of Sustainable Energy Industry Policy towards National Energy Self-Sufficiency", yang diselengarakan oleh Listrik Indonesia dalam rangka pameran, seminar dan simposium Indonesia Best Electricity Award 2025 yang berlangsung 3-4 Juli 2024 di Jakarta.

 

Tags

Terkini