Renewable Energy ENERGY PRIMER
Trending

Apa Kabar Holding BUMN Panas Bumi? Begini Sikap Pakar Geothermal

Apa Kabar Holding BUMN Panas Bumi? Begini Sikap Pakar Geothermal

Listrik Indonesia | Wacana pembentukan induk usaha (holding) BUMN panas bumi (geothermal) masih terus bergulir. Namun, sampai saat ini belum ada kepastian bentuk holding tersebut.

Saat ini, terdapat tiga perusahaan pelat merah (badan usaha milik negara/BUMN) yang berbisnis panas bumi. PT Geo Dipa Energi, PT Pertamina Geothermal Energy, anak usaha PT Pertamina (Persero), dan beberapa anak usaha PT PLN (Persero), seperti PT PLN Gas & Geothermal dan PT Indonesia Power.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) masih terus mengkaji pembentukan Holding BUMN geothermal, terutama dari sisi regulasi yang berlaku, seperti UU No. 21/2014 tentang Panas Bumi.

Direktur Panas Bumi Kementerian ESDM Harris mengatakan bahwa instansinya perlu melihat kembali rencana tiga kongsi pelat merah yang akan fokus menggarap panas bumi dengan regulasi yang sudah ada. Menurutnya, ada ketentuan tidak diperbolehkannya pengalihan Wilayah Kerja Panas Bumi (WKP) ke pihak lainnya. Padahal, dengan dibentuknya Holding, maka akan ada konsolidasi asset panas bumi dari ketiga BUMN tersebut. Hal ini yang perlu diperjelas dan diperinci aturan mainnya.

Berdasarkan Pasal 27, UU Nomor 21/2014 tentang Panas Bumi melarang izin panas bumi dialihkan kepada badan usaha lain. Pemegang Izin Panas Bumi dapat mengalihkan kepemilikan saham di bursa Indonesia setelah selesai melakukan Eksplorasi. Pengalihan kepemilikan saham wajib mendapat persetujuan Menteri ESDM.

Haris menegaskan bahwa Kementerian ESDM akan terus mendukung rencana Kementerian BUMN untuk dapat mendorong pengembangan panas bumi melalui pembentukan holding. Namun, Kementerian ESDM akan mengupayakan adanya perbaikan regulasi di sektor ini.

Sementara itu, Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy (PGE) Ahmad Yuniarto berharap pembentukan holding dapat menciptakan sinergi dan efisiensi dalam pemanfaatan panas bumi. Menurutnya, persiapan kajian bersama terus dilakukan oleh ketiga perusahaan. Ahmad mengakui bawah rencana holding itu tidak mudah.

Dia menegaskan bawah Pertamina Group siap berpartisipasi mendukung pengembangan holding panas bumi.

Adapun, Wakil Menteri BUMN Pahala Mansury sebelumnya mengatakan dengan holding itu kerja operasional perusahaan bisa lebih efisien. Dia menargetkan penggabungan aset panas bumi ketiga perusahaan akan selesai di tahun 2021 ini. "Holding ini berpotensi jadi perusahaan geotermal terbesar di dunia," kata Pahala.

Penggabungan aset panas bumi nantinya akan memperkuat holding. Kekuatan Pertamina adalah pengembangan dan pengeboran sumur panas bumi. "PLN nanti untuk transmisi dan distribusi. Lalu, pemerintah dalam kebijakan dan pendanaan," ujarnya.

Tanggapan DEN

Sebagai negara cincin api atau ring of fire, Indonesia memiliki kekayaan panas bumi cukup melimpah. Potensi panas bumi Indonesia mencapai 24.000 megawatt (MW), terbesar kedua di dunia setelah Amerika Serikat. Namun, pemanfataannya masih sangat rendah, yaitu 2.131 MW atau 8% dari potensi yang ada. Padahal, geothermal menjadi sumber energi terbarukan yang ramah lingkungan.

Pemanfaatan panas bumi yang masih rendah tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di seluruh dunia. Berdasarkan data The International Renewable Energy Agency (IRENA), total kapasitas terpasang dari pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) di dunia hanya 14.000 MW atau hanya 0,6% dari potensi yang ada sebesar 2.537 GW.

Bukan tanpa alasan, kenapa pemanfaatan panas bumi di Indonesia relatif masih rendah. Banyak faktor yang menjadi tantangan dalam pengembangan panas bumi, seperti risiko pengembangan yang sangat tinggi.

Dr. Ir. Herman Darnel Ibrahim, M.Sc., salah satu pakar Geothermal Indonesia yang juga anggota Dewan Energi Nasional (DEN) periode 2021 – 2025, menjelaskan bahwa persoalan utama geothermal di dunia, termasuk Indonesia, adalah risiko eksplorasi yang sangat tinggi. Ketika pengembang melakukan eksplorasi panas bumi terlebih dulu sebelum melakukan kontrak jual beli listrik, menurutnya, dana eksplorasi berpotensi hangus jika cadangan panasnya rendah atau tidak ada sama sekali (dry hole).

Sebaliknya, jika kontrak dulu sebelum eksplorasi, akan berpotensi kemahalan bagi pembeli listriknya. Sebagai contoh, proyeksi awal untuk menghasilkan listrik 55 MW membutuhkan 15 sumur panas bumi, tetapi dalam implementasinya ternyata hanya membutuhkan 10 sumur saja. Hal ini akan menguntungkan pengembang dan sebaliknya merugikan pembeli listrik.

Menurut Herman yang juga menjadi Ketua The International Council on Large Electric Systems (CIGRE) Indonesia, menuturkan bahwa hambatan tersebut yang menyebabkan pengembangan panas bumi di seluruh dunia berjalan lambat. Dalam 10 tahun terakhir, rerata penambahan kapasitas geothermal di dunia hanya 300 MW per tahun.

“Menghadapi problematik seperti itu, ini perlu memperkuat peran BUMN untuk menghadapi risiko dan membeirkan insentif atau bantuan modal untuk melakukan eksplorasi. Geothermal penting, karena kalau semua intermittency, seperti matahari dan angin, bahaya untuk operasi jaringan PT PLN (Persero), diperlukan kompensasi dari pembangkit lainnya, sehingga kita memerlukan pembangkit baseload dari hidro dan geothermal,” ujarnya kepada Listrik Indonesia, Senin (12/4).

Selain itu, katanya, Indonesia memiliki target bauran energi bersih cukup tinggi pada 2025, yaitu sebesar 23% dari posisi saat ini sekitar 11%. Tren ke depan, lanjutnya, akan terjadi transisi dari energi fosil ke energi terbarukan (renewable energy).

“Ini [holding geothermal] menjadi suatu harapan, ada target besar 23% di 2025, geothermal merupakan energi ramah lingkungan dan bisa menjadi base load. Kemudian jika berdasarkan studi analisis pembentukan holding geothermal ini dapat meningkatkan pengembangan panas bumi, tentu ini akan sejalan dengan kebijakan energi nasional [KEN],” tutur mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) daerah pemilihan Sumatera Barat periode menggantikan Jefrie Geovany melalui proses penggantian antar waktu (PAW) anggota DPD RI Periode 2014—2019.

Dia menegaskan bahwa secara organisasi, DEN belum mendiskusikan secara khusus tentang rencana pembentukan holding BUMN panas bumi.

Herman menceritakan saat masih menjadi Direktur Utama PT Indonesia Power, pernah ada pemikiran dari konsultan bahwa pengembangan energi terbarukan akan lebih cepat jika dibentuk suatu perusahaan khusus yang mengembangan energi hijau. “Saya ketika menjadi Ketua Asosiasi Geothermal pada 2001 – 2004, pernah mengusulkan secara lisan, supaya geothermal dijadikan sebuah BUMN.”

Selain risiko eksplorasi yang sangat tinggi, sebagian besar sumber geothermal berada di wilayah hutan konservasi atau site spesific. Hal ini akan mempersulit proses perizinan. Lokasi yang terpencil itu juga memaksa pengembang harus menyiapkan infrastruktur seperti jalan, jembatan, dan lainnya sehingga investasi menjadi bengkak. Sumber panas bumi seringkali berada di wilayah yang konsumsi listriknya masih rendah. Selain itu, wilayah yang menjadi sumber panas bumi seringkali belum tersambung dengan jaringan atau transmisi listrik PLN. Lembaga pembiayaan dan perbankan sulit untuk mengucurkan dana eksplorasi panas bumi karena berisiko tinggi.


Related Articles

0 Komentar

Berikan komentar anda

Back to top button