Belajar Dari Bencana Chernobyl, PLTN Jadi Pilihan Terakhir di Indonesia

Listrik Indonesia | Tanggal 26 April 1986, terjadi sebuah kecelakaan nuklir terburuk dalam sejarah yang dikenal sebagai bencana Chernobyl di kota Pripyat utara Ukraina. Belajar dari peristiwa itu, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia menjadi opsi terakhir.
Belajar dari peristiwa itu, Anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Ir. Herman Darnel Ibrahim, M.Sc menyampaikan, banyak dampak yang merugikan Ukraina akibat bencana tersebut. Lebih 4000 kilometer terkontaminasi secara permanen, 350 ribu jiwa diungsikan dan 300 juta meninggalkan rumah dan harta. 5 juta orang terpapar radiasi nuklir 200 ribu diantaranya meninggal, jumlah penderita kanker Thyroid meningkat tercatat sekitar 4000 kasus sejak 1992 – 2000.
“Dampak terhadap perekonomian juga parah, lahan-lahan besar di sana tak berfungsi lagi, petani nggak bisa menjual hasil pertanian karena terkontaminasi. Ditaksir keugian ekonomi Ukraina mencapai US$250 billion atau setara Rp35000 triliun,” ujarnya dalam forum diskusi daring Menolak Lupa 35 Tahun Bencana Chernobyl. Senin, (26/4).
Lebih lanjut, ia menjelaskan penyebab terjadinya benca PLTN Chernobyl, bencana ini terjadi terkait bencana alam gempa dan tsunami. Kemudian, tejadi cacat desain dan human error operator.
“Darihasil penyelidikan salah satu faktor ialah lemahnya budaya keselamatan dan SOP yang buruk. Memang kecelakaan PLTN jarang terjadi, namun jika terjadi dampaknya sangat besar terhadap kehidupan social dan ekonomi,” imbuhnya.
Karena itu, ia mengatakan, dalam Kebijakan Energi Nasional (KEN) dan Rencana Umum ENergi Nasional (RUEN) PLTN pilihan terakhir. Pertimbangnya, selain mahal investasinya, PLTN tidak cocok untuk Indonesia karena geografis di Ring of Fire yang rawan gempa.
Menurutnya, pembangunan PLTN di seluruh dunia ditanggung oleh Pemerintah. Dengan begitu, beban berat bagi Pemerintah ketika harus membangun PLTN, terlebih harus menggadaikan kekayaan alam.
“Dari pada batu bara kita gadaikan atau jual mending dipakai sendiri untuk pembangkit listrik. Dan saya yakin apabila ada swasta yang berniat bangun PLTN akan sulit mendapat pembiayaan dari Bank,” tuturnya.
Herman Darnel Ibrahim berujar, bahwa saat ini beberapa Negara mempertimbangkan penggunaan tenaga nuklir untuk pembangkit listrik. Ia menyebut, seperti Jerman dan Perancis berniat mengurangi porsi energi nuklir bahkan menyetopnya. Kemudian, Vietnam dan Malaysia yang sudah berencana membangun PLTN, setelah melihat bencana PLTN Fukushima sekarang kedua Negara ini membekukan rencananya.
“Kalau yang interest terhadap PLTN yaitu Jepang, Korea, Rusia dan China itupun masih memperhitungkan dampaknya,” sebutnya.
Dalam diskusi tersebut, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa menambahkan, melihat kondisi ekonomi ukraina hingga saat ini belum maju-maju karena dampak dari Chernobyl. Terkait teknologi reaktor modular kecil (SMR) sampai hari ini belum ada yang mendapatkan lisensi untuk beroperasi secara komersial.
“Bencana nuklir ini tak bisa diabaikan, teknologi-teknologi yang dibilang lebih aman, murah, dan tidak lagi mengadalkan manusia dalam pengoperasian sampai hari ini masih sekadar konsep. Bahkan teknologi yang saat ini dibangun di China dan Inggris teknologi generasi 3 plus itupun biayanya sangat mahal dan tak menjamin meminimalisasi risiko,” ungkapnya.
0 Komentar
Berikan komentar anda