BPPT Akselerisasi Hilirisasi Teknologi Energi Dukung Pemulihan Ekonomi Nasional

Listrik Indonesia | Konsumsi energi nasional didominasi oleh kebutuhan pada sektor ketenagalistrikan dan bahan bakar. Kedua sektor tersebut saat ini masih bergantung pada sumber energi fosil seperti batubara dan bahan bakar minyak.
Seiring dengan perkembangan trend teknologi energi di dunia dan sebagai strategi menjaga ketahanan energi nasional, maka pengembangan sumber daya energi baru dan terbarukan menjadi sangat penting untuk dikembangkan.
BPPT turut mengambil peran pengembangan sumber energi terbarukan seperti energi panas bumi dan penerapan standarisasi bagi industri fotovoltaik serta bahan bakar nabati yang ramah lingkungan BPPT juga mengambil peran untuk pengembangannya.
Sektor sumber energi panas bumi, BPPT melakukan kegiatan clearing teknologi berupa pengembangan desain serta enjineering untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Panas bumi (PLTP) dengan fokus skala kecil (modular).
Pengalaman BPPT melalui kerja sama international dan industri dalam negeri menjadi modal dasar untuk pengembangan PLTP agar industri pembangkit di dalam negeri juga berkembang, khususnya pada lingkup engineering design, industri manufaktur turbin, heat exchanger, termasuk multiplier effect-nya pada pengembangan industri komponen pada UKM.
Pengembangan sumber energi listrik dari PLTS, pengembangan industri dan standardisasi produk fotovoltaik menjadi perhatian utama BPPT dan telah bekerja sama dengan PT LEN Industri (persero) dalam upaya mengurangi impor sel surya melalui study kelayakan yang telah dilakukan bersama.
Guna penguatan kualitas produk modul fotovoltaik, BPPT telah mengembangkan laboratorium pengujian kualitas modul fotovoltaik. Hal tersebut guna mendukung upaya standardisasi kualitas modul yang telah diluncurkan Kementerian ESDM, melalui Peraturan Menteri ESDM No. 2 tahun 2021 tentang Penerapan Standar Kualitas Modul Fotovoltaik Silikon Kristalin. Standardisasi ini ditujukan guna menjamin kualitas produk modul fotovoltaik, baik untuk produk domestik atau barang impor sehingga dapat distandarkan.
Di sektor Bahan Bakar Nabati (BBN), BPPT telah melakukan kajian dan hasilnya sudah terimplementasi. Penerapan B20 pada industri dan kajian peningkatannya menjadi B30 telah dilakukan. Hasilnya, implementasi program B30 pada tahun 2019, diperkirakan mampu menghemat 9 juta Kl atau setara dengan nilai devisa sebesar Rp60 trilyun, akibat impor solar.
Dalam hal pengembangan green gasoline, BPPT mengembangkan pembuatan pilot plant Fluid Catalytic Cracking (FCC) dengan menggunakan minyak nabati. Pilot plant ini akan memproduksi green gasoline dan green LPG dari katalis merah putih yang dikembangkan Prof. Subagjo dari ITB.
Pengembangan BBN tidak terlepas dari penyediaan bahan baku berupa tanaman perkebunan penghasil minyak nabati. Dengan penghitungan bahwa 250 ribu hektar kebun kelapa sawit dapat menghasilkan 1 juta ton minyak per tahun, maka diperlukan Green Refinery berkapasitas dalam skala komersial sekitar 20 ribu bopd.
Dengan adanya perkebunan ini, diharapkan minyak sawit dengan harga 400 USD/ton dapat diproduksi guna dikonversi menjadi BBM dengan harga kurang dari Rp8.500/liter. Pengembangan ini berpotensi untuk menciptakan lapangan kerja baru, mengurangi impor BBM serta mengatasi permasalahan disparitas harga BBN dan BBM yang ada. (TS)
0 Komentar
Berikan komentar anda