Listrik Indonesia | Usai terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 112 Tahun 2022 Tentang Percepatan Pengembangan Energi Terbarukan atau EBT dinilai masih kurang menarik minat investor untuk pengembangan energi terbarukan (ET) dalam negeri. Namun, hadirnya Perpres dan RUU EBET (energi baru-energi terbarukan) bisa menumbuhkan optimisme investasi ET di tahun 2023.
Dewan Pembina Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI) Riki F Ibrahim dalam keterangan tertulisnya menyampaikan. Meski Perpres tersebut sudah ada, namun belum banyak sektor energi terbarukan yang ditenderkan.Oleh karena itu, sepanjang 2022 pengembangan energi terbarukan kurang ramai.
“Harusnya dengan keluarnya Perpres dibarengi dengan banyaknya tender yang dibuka untuk energi terbarukan,”ujar Riki.
Ia pun menjabarakan progres dari pengembangan ET di Tanah Air. Kata dia, untuk sektor Biomassa mulai banyak diminati oleh para pemain ET. Hal ini berhubungan dengan program PLN untuk melakukan Co-Firing di beberapa PLTU-nya dimana Biomassa disubtitusikan untuk campuran batu bara.
Kemudian untuk PLTS tetap berjalan perlahan walau tidak banyak pengembang dan atau orang yang pasang diatapnya seperti yang diharapkan, karena keekonomian kurang menarik seperti yang diharapkan para pemain ET.
Disisi lain, ada peningkatan kadar ET Biofuel dimana harga minyak mentah diprediksi akan semakin naik. Dan yang tebaru yakni rencana implementasi Nuklir untuk ketenagalistrikan. Sejauh ini rencana tersebut sudah tersosialisasi.
“Maka perlu didorong melalui insentif-insentif ET seperti Tax Holiday yang aplikasinya dipermudah dan waktunya di perpanjang,”terangnya.
Lebih lanjut, Riki menuturkan, hari ini target EBET masih di bawah 15% dan angka 23% sebaiknya tetap dijadikan acuan saja agar pemerintah berusaha mengupayakan pertumbuhan yang cepat untuk EBET di tanah air. Oleh karena itu, angka 23% sebaiknya dipertahankan dan tidak diturunkan. Menariknya Tax Holiday dan Pajak Karbon dimata pemain EBET, disamping harga EBET IPP (Independent Power Producer) menjadi kunci dari pencapaian target 23% di tahun 2030.
Tak hanya itu, Skema Power Wheeling harus tetap digunakan karena skema ini dipakai di seluruh dunia. Hanya saat ini tarif yang berkeadilan untuk menggunakan jaringan ini perlu diberikan kepada PLN, namun kedepan apabila sudah banyak jaringan tentu penyesuaian harga diberikan kepada pengguna EBET.
“Kondisi Iklim Investasi di tanah air semakin hari semakin baik dibandingkan negara lain. Walau teriakan pesimis masih dominan, namun agar tidak terganggu, pemerintah kerja keras meneruskan programnya yang lebih menarik lagi,”Riki berujar.
Riki berharap RUU EBET segera disahkan dengan dilengkapi PP yang menarik untuk membangun Pabrikan EBET di tanah air. Tax Holiday dan Pajak Karbon segera diberikan untuk mendorong masyarakat dan Industri pindah menggunakan EBET. Tingginya akan CO2 dihasilkan dari Transportasi, oleh karena itu Insentif Pabrikan kendaraan listrik (mobil listrik) harus menarik sekali baik dari teknologi pendukung sampai teknologi inti mobil listrik. Kuncinya jangan segan dan khawatir memberikan Insentip Tinggi untuk pengembangan EBET karena dalam Negeri akan banyak diuntungkan.
