”Kami ingin memberi wawasan kepada seluruh stakeholder bahwa hidrogen adalah energi masa depan. karena sifatnya bisa disimpan sehingga jika hidrogen ini berkembang dengan baik, terutama green hydrogen, maka kita bisa memanfaatkannya untuk menggantikan black energy seperti fosil,” ujar Ketua Umum METI Wiluyo Kusdwiharto kepada ListrikIndonesia pada METI Hydrogen Rountable Talk, pagi tadi (9/3).
Wiluyo yang juga tercatat sebagai Direktur Mega Proyek dan Energi Baru Terbarukan PT PLN (Persero) ini mengungkapkan bahwa green hydrogen ini bagus untuk pertumbuhan energi baru terbarukan (EBT) di Tanah Air.
Hidrogen hijau adalah bagian penting dari transisi energi. Hal Ini bukan menjadi langkah awal, karena pertama-tama perlu mempercepat penerapan listrik terbarukan untuk mendekarbonisasi sistem tenaga yang ada, mempercepat elektrifikasi sektor energi untuk memanfaatkan listrik terbarukan berbiaya rendah. Selanjutnya, melalui hidrogen hijau, dekarbonisasi sektor-sektor yang sulit dialiri listrik; seperti industri berat, perkapalan, dan penerbangan.
Bagaiamana dengan potensi renewable energy lainnya? Menurutnya pembangkit renewable saat ini sifatnya masih variabel; seperti angin dan surya. “Dengan begitu, energi seperti hidrogen ini sangat potensial untuk kita jadikan sebagai pembangkit base load (pembangkit yang beroperasi dengan daya maksimum terus menerus) untuk menggantikan batu bara,” jelas Wiluyo.
Terkait target bauran EBT yang dinilai masih stagnan, Wiluyo tidak sepakat. Justru katanya, pertumbuhan EBT itu cukup menggembirakan. Tetapi memang masih terbebani dengan kontrak-kontrak IPP (Independent Power Producer) di masa lalu yang COD-nya (Commercial Operation Date) selesai di tahun lalu, tahun ini, dan tahun depan. “Dengan demikian, berapa pun pertumbuhan EBT ini kelihatannya tidak nampak karena pembangkit PLTU yang skala besar itu itu COD-nya di tahun lalu, tahun ini, dan tahun depan,” tegasnya.