Lapangan Pekerjaan di Sektor Energi Terbarukan  Melonjak 100% dalam 10 Tahun Terakhir

Lapangan Pekerjaan di Sektor Energi Terbarukan  Melonjak 100% dalam 10 Tahun Terakhir
Ledakan Lapangan Kerja Energi Terbarukan mencapai 13,7 Juta Pekerja di Tahun 2022

Listrik Indonesia | Lapangan kerja di bidang energi terbarukan di seluruh dunia mencapai 13,7 juta pada tahun 2022, meningkat satu juta sejak tahun 2021 dan naik dari total 7,3 juta pada tahun 2012. Informasi tersebut dihimpun melalui dokumen edisi kesepuluh dari Renewable Energy and Jobs: Annual Review 2023. Dokumen tersebut merupakan hasil kolaborasi antara International Renewable Energy Agency (Irena) dan International Labour Organization (ILO). 

Direktur Jenderal IRENA, Francesco La Camera mengatakan Tahun 2022 merupakan luar biasa untuk lapangan kerja di energi terbarukan, selain itu investasi teknologi energi terbarukan diperlukan untuk menjaga keberlanjutan proyek energi terbarukan. 

“2022 adalah tahun yang luar biasa untuk lapangan kerja di bidang energi terbarukan, di tengah banyaknya tantangan. Menciptakan jutaan lapangan kerja akan membutuhkan investasi yang lebih cepat dalam teknologi transisi energi. Awal bulan ini, para pemimpin G20 sepakat untuk mempercepat upaya peningkatan tiga kali lipat kapasitas energi terbarukan global pada tahun 2030 sejalan dengan rekomendasi kami menjelang COP28. Saya menyerukan kepada semua pembuat kebijakan untuk menggunakan momentum ini sebagai peluang untuk mengadopsi kebijakan ambisius yang mendorong perubahan sistemik yang diperlukan.” katanya. 

Pada tahun 2022, sektor fotovoltaik tenaga surya (PV) menjadi sektor terbesar dalam menciptakan lapangan kerja, menyerap sekitar 4,9 juta pekerja, yang merupakan lebih dari sepertiga dari total tenaga kerja sektor energi terbarukan. Jumlah pekerjaan di sektor pembangkit listrik tenaga air dan biofuel tetap stabil sejak tahun 2021, masing-masing sekitar 2,5 juta pekerjaan, sementara sektor tenaga angin memiliki 1,4 juta pekerjaan. 

Direktur Jenderal ILO, Gilbert F. Houngbo, mengatakan bahwa Selain berfokus pada jumlah pekerjaan, perlu memberikan perhatian yang sama terhadap kualitas pekerjaan dalam sektor energi terbarukan. 

“Untuk memanfaatkan peluang besar guna mencapai lapangan kerja yang penuh, produktif, dan dipilih secara bebas, inklusi sosial, dan pekerjaan yang layak untuk semua selama masa transisi yang kompleks ini, terdapat kebutuhan untuk mengembangkan dan menerapkan kebijakan khusus untuk pertumbuhan makro ekonomi yang inklusif, perusahaan yang berkelanjutan, pengembangan keterampilan, intervensi aktif pasar tenaga kerja lainnya, perlindungan sosial, keselamatan dan kesehatan kerja serta hak-hak lain di tempat kerja, dan menemukan solusi baru melalui dialog sosial.” jelasnya. 

Selain jumlah pekerjaan, penting juga untuk memperhatikan kualitas pekerjaan di sektor energi terbarukan. Untuk mencapai transisi menuju energi yang lebih bersih dan adil, perlu adanya perhatian terhadap upah, keselamatan kerja, kesehatan pekerja, serta hak-hak pekerja dalam kerangka kerja yang konsisten dan terintegrasi. Pedoman dari ILO tentang transisi yang adil menuju ekonomi dan masyarakat yang berkelanjutan menjadi rujukan utama dalam merumuskan kebijakan yang mendukung transisi yang adil, yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya. 

Transisi energi yang adil dan inklusif juga harus berfokus pada pengembangan dan diversifikasi tenaga kerja. Laporan ini menyoroti perlunya perluasan pendidikan, pelatihan, serta peningkatan peluang karir, terutama bagi kaum muda, kelompok minoritas, dan yang terpinggirkan. Pencapaian kesetaraan gender juga menjadi hal yang sangat penting. Saat ini, pekerjaan di sektor energi terbarukan masih belum terdistribusi secara merata antara laki-laki dan perempuan, meskipun sektor teknologi tenaga surya menunjukkan keseimbangan gender yang lebih baik dengan 40 persen pekerjaan dipegang oleh perempuan. 

Banyak negara saat ini semakin tertarik untuk memperkuat rantai pasokan domestik dan menciptakan lapangan kerja dalam negeri melalui kebijakan industri yang sesuai. Ini sejalan dengan upaya untuk mengurangi ketergantungan pada pasokan energi luar negeri. Sebelumnya, Tiongkok telah berhasil menerapkan berbagai kebijakan industri semacam ini. Baru-baru ini, UE, India, Jepang, Afrika Selatan, dan AS juga mengumumkan upaya serupa untuk mendorong produksi dalam negeri. Namun, penting bagi negara-negara untuk menemukan cara untuk menggabungkan upaya lokal dengan kerja sama global yang berkelanjutan dalam rangka mencapai transisi energi yang ambisius.(Ahmad Dwi)

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

Berita Lainnya

Index