Listrik Indonesia | Transisi energi dari batu bara ke sumber energi yang lebih bersih adalah langkah penting dalam menghadapi perubahan iklim global. Namun, rencana pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Batubara harus dibarengi dengan upaya mitigasi agar transisi energi dapat dilakukan secara adil dan berkelanjutan.
Industri batu bara memiliki dampak positif yang besar terhadap perekonomian dan menciptakan banyak lapangan kerja. Jika Transisi energi dilaksanakan, maka secara langsung akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan pekerjaan di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara. Ini akan berimbas pada penurunan kesempatan pekerjaan di sektor PLTU batubara itu sendiri.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Chelios), Bhima Yudhistira mengatakan Resiko terbesar adalah ketidaksiapan pemerintah daerah dalam menghadapi transisi energi ini, yang akan menimbulkan tekanan besar pada sektor tenaga kerja dan pendapatan masyarakat yang bergantung pada rantai pasokan PLTU.
“Sebagai contoh, terdapat sekitar 4.666 pekerja langsung baik tetap dan tidak tetap yang akan terdampak penutupan PLTU batubara di Langkat, Cilacap, dan Probolinggo. Ini pun belum termasuk pekerja tidak langsung yakni para pelaku UMKM yang berada di sekitar lokasi PLTU, serta pekerja di lokasi sumber batubara,” katanya.
Selain itu, dampak pensiun PLTU batubara juga berpotensi mengurangi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan anggaran daerah.
“Bahkan dampak pensiun PLTU batubara yang berakibat pada potensi pendapatan daerah yang hilang pascapensiun PLTU belum disiapkan potensi pengganti nya. Hal ini berakibat pada poin transisi berkeadilan atau just yang diusung JETP menjadi pertanyaan,” ujarnya.
Mitigasi Kelangkaan Batubara
Kepala Pusat Studi Energi (PSE) Universitas Gadjah Mada (UGM), Sudiartono mengatakan memanfaatkan sumber energi terbarukan merupakan solusi yang sangat penting dalam menghadapi peningkatan kebutuhan energi di masa mendatang. Keunggulan utama sumber energi terbarukan adalah kemampuannya untuk menghasilkan energi dengan cepat, yang berbeda dengan sumber energi konvensional yang memerlukan waktu lebih lama.
“Namun, sumber daya terbarukan selama ini belum dimanfaatkan secara optimal di Indonesia,” katanya.
Energi terbarukan, seperti tenaga angin, air, dan sinar matahari, adalah sumber energi yang belum dimanfaatkan sepenuhnya.
“Selama ini baru air terjun yang dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Padahal Indonesia memiliki banyak sungai besar yang bisa memproduksi energi yang besar meskipun alirannya berjalan lambat,” jelasnya
Wakil Kepala PSE UGM, Budi Eka Nurcahyo menyarankan agar kita mengurangi ketergantungan pada penggunaan minyak bumi. Salah satu cara alternatif untuk mengatasi potensi krisis energi di masa depan adalah dengan mengembangkan bahan bakar nabati seperti bioetanol.
“Kebutuhan akan minyak bumi di Indonesia mencapai 1.300.000 barel/hari, sementara cadangan yang dimiliki hanya sebesar 900.000 barel/hari. Jadi, setiap harinya kita nombok sekitar 400.000 barel untuk pemenuhan kebutuhan minyak bumi. Melalui pengembangan energi alternatif, salah satunya bioetanol, dari energi nabati, bisa meminimalisir kemungkinan terjadinya krisis energi di masa datang,” ujarnya.
Progres Retirement PLTU
Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marinves), Luhut Binsar Panjaitan Mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah masih melakukan kajian terhadap rencana pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) Batubara.
Program pensiun dini untuk PLTU memerlukan investasi yang tidak sedikit, sehingga memerlukan kajian yang mendalam.
"Sekarang sedang dikaji dengan baik, yang saya katakan tadi itu early retirement, itu akan kami lakukan," katanya.
Sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021 hingga 2030, PT PLN (Persero) berencana menambahkan pembangkit baru sebesar 40,6 GW selama 10 tahun ke depan. Dari total penambahan tersebut, sebanyak 20,9 GW atau 51,6 persen akan berasal dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Pada periode yang sama, PT PLN (Persero) juga merencanakan untuk melakukan retirement terhadap Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), mengganti Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD), Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG), dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas Turbin (PLTG) yang sudah tua.
Pemerintah Siapkan Dana Rp 25 Triliun untuk retirement PLTU
Pemerintah telah mengungkapkan bahwa biaya untuk menghentikan operasi dua pembangkit listrik sekitar Rp 25 triliun, yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Cirebon-1 dan PLTU Pelabuhan Ratu.
Staf ahli Menteri Keuangan Bidang Ekonomi Makro dan Keuangan Internasional, Parjiono mengatakan rencana pensiun dini itu tengah dikaji oleh Indonesia Investment Authority (INA) dan PT Sarana Multi Infrastruktur. Hal tersebut ia ungkapkan saat menghadiri acara Energy Transition Mechanism: Asean Country Updates, Rabu (23/8/2023).
"Otoritas investasi Indonesia tengah melakukan proses due diligence terhadap dua proyek transisi energi itu," katanya.
Parjiono menjelaskan bahwa saat ini PLTU Cirebon sedang menjalani uji tuntas yang dilakukan oleh INA. Dia memperkirakan bahwa untuk melakukan pensiun dini terhadap PLTU tersebut, diperlukan dana sekitar US$ 877 juta atau setara dengan Rp 13,4 triliun.
Rencana pensiun dini untuk PLTU Pelabuhan Ratu diperkirakan memerlukan dana sekitar Rp 12 triliun. Penyelidikan mengenai rencana pensiun dini PLTU Pelabuhan Ratu saat ini sedang dilakukan oleh PT Sarana Multi Infrastruktur.
Pemerintah berencana untuk menghentikan operasi dua PLTU batubara ini melalui platform Energy Transition Mechanism (ETM). Proses penghentian operasi PLTU Cirebon-1 akan melibatkan pemindahan manajemen dari PT PLN ke PT Bukit Asam.
Kesepakatan mengenai hal ini telah ditandatangani oleh PTBA dan PT PLN dalam kerangka kerja atau Principle Framework Agreement untuk memajukan retirement lebih awal PLTU Pelabuhan Ratu yang memiliki kapasitas 3 x 350 Mega Watt (MW).
Penandatanganan kesepakatan tersebut dilakukan dalam rangka acara State-Owned Enterprises (SOE) International Conference yang berlangsung di Nusa Dua Bali, pada Selasa (18/10/2022) yang lalu. PLTU Pelabuhan Ratu yang sebelumnya dikelola oleh PLN akan dialihkan ke PTBA dan diakhiri operasinya lebih cepat daripada yang direncanakan sebelumnya.
Sebelumnya, PLTU ini dijadwalkan untuk beroperasi selama 24 tahun, namun dengan perubahan ini, masa operasionalnya dipangkas menjadi hanya 15 tahun.
Sementara itu, rencana untuk menghentikan operasi PLTU Cirebon-1 akan menggunakan skema Energy Transition Mechanism (ETM) dengan dukungan dari Asian Development Bank (ADB). ADB telah menandatangani perjanjian untuk melakukan retirement PLTU Cirebon-1 yang memiliki kapasitas 660 Megawatt dan berlokasi di Kanci, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, dan dimiliki oleh Cirebon Electric Power (CEP).
