Listrik Indonesia | Ketegangan yang timbul antara Israel dan Palestina telah memicu lonjakan harga minyak. Konflik ini meruncing setelah kelompok militan Hamas tiba-tiba melancarkan serangan besar-besaran di beberapa wilayah Israel pada Sabtu lalu.
Laporan yang dirilis pada Selasa (10/10/2023), mengungkapkan bahwa harga minyak Brent global mengalami kenaikan sebesar 4,2% dan mencapai US$ 88,15 per barel.
Hal serupa terjadi pada harga minyak West Texas Intermediate (WTI) AS yang melonjak sebanyak 4,3% menjadi US$ 86,38 per barel. Kenaikan ini merupakan yang terbesar sejak 3 April 2023. Para analis percaya bahwa kenaikan harga minyak ini bersifat spontan dan mungkin bersifat sementara.
Direktur Penelitian Pertambangan dan Energi Commonwealth Bank, Vivek Dhar mengatakan meskipun konflik Israel-Palestina dapat menciptakan gejolak harga minyak, namun konflik ini tidak secara langsung mengancam pasokan minyak utama.
"Sejarah menunjukkan bahwa dampak positif terhadap harga minyak cenderung bersifat sementara dan bisa diatasi oleh faktor-faktor pasar lainnya," katanya.
Baik Israel maupun Palestina tidak memiliki peran signifikan dalam produksi minyak. Meskipun Israel memiliki dua fasilitas kilang minyak dengan kapasitas gabungan hampir 300.000 barel per hari, negara ini hampir tidak memiliki produksi minyak mentah dan kondensat, menurut Administrasi Informasi Energi Amerika Serikat. Palestina juga tidak menghasilkan minyak.
Direktur Energi, Iklim, dan Sumber Daya Eurasia Group, Henning Gloystein mengatakan yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan eskalasi konflik di dekat wilayah produsen minyak dan ekspor minyak utama yang sangat penting bagi konsumen global. Iran, yang berdekatan dengan kedua negara tersebut, adalah negara kaya minyak dan menjadi fokus utama pasar minyak. Ada kekhawatiran bahwa konflik dapat meluas ke wilayah ini.
"Ada juga risiko konflik meningkat secara regional. Jika Iran terlibat dalam hal ini, mungkin akan ada masalah pasokan, meskipun kita belum berada pada tahap itu," katanya.
Dalam konteks logistik, 40% dari ekspor minyak dunia melewati Selat Hormuz. Presiden Rapidan Energy Group, Bob McNally, memproyeksikan bahwa jika konflik meluas dan melibatkan Iran dalam konflik dengan Israel, maka harga minyak bisa naik sekitar US$ 5-10 per barel.
Selat Hormuz dianggap sebagai jalur transit minyak terpenting di dunia dan berada di antara Oman dan Iran. Namun, investor juga perlu waspada terhadap potensi keterlibatan kelompok militan Lebanon, Hizbullah, yang dapat mengakibatkan lonjakan harga minyak mentah yang lebih signifikan.