Listrik Indonesia | Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, membeberkan beberapa alasan yang menegaskan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan terkait dengan skema "power wheeling" yang saat ini menjadi pembahasan dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Hal tersebut ia sampaikan dalam webinar pojok energi membahas "Belat Belit RUU EBET" di Jakarta, Senin (20/11/2023).
"Kekhawatiran terhadap kondisi hari ini yang kemudian membuat penolakan terhadap penetapan instrumen 'power wheeling' di dalam DIM (daftar inventarisasi masalah) RUU EBET (Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan) menurut saya tidak beralasan," ungkapnya.
Fabby menjelaskan bahwa awalnya usulan "power wheeling" termasuk dalam draf RUU EBET yang diajukan oleh pemerintah, namun kemudian ditolak.
Menurutnya, kekhawatiran terhadap kondisi "over supply" saat ini tidak beralasan, karena kondisi tersebut diperkirakan akan teratasi pada tahun 2025 atau 2026.
“Hari ini kita mengalami kondisi 'over supply' tetapi kondisi 'over supply' ini mungkin akan teratasi tahun 2025 tahun 2026. Padahal RUU yang kita bahas hari ini punya efek jangka panjang akan berlaku jangka panjang paling tidak di atas 10 tahun mungkin bisa sampai 15 tahun," katanya.
Selain itu, Fabby menekankan bahwa skema "power wheeling" bukan hal baru, karena pemanfaatan jaringan bersama tersebut sudah diatur dalam Undang-Undang Ketenagalistrikan, Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2015, UU Cipta Kerja, hingga Peraturan Menteri ESDM Nomor 11 Tahun 2021.
Fabby berpendapat bahwa membuka skema "power wheeling" bisa menjadi konsekuensi positif bagi PLN dengan memberikan sumber pendapatan baru.
"Di sini justru saya melihat dengan membuka 'power wheeling' maka PLN bisa punya sumber pendapatan baru 'revenue' dari transmisikan listrik," ucapnya. Jadi, kalau ada yang bilang 'oh akan PLN dirugikan'. Menurut saya tidak tepat, justru dalam jangka panjang kalau skema ini jalan dengan baik, PLN bisa dapat penghasilan tambahan dan bahkan punya pemasukan yang bisa dipakai untuk berinvestasi lagi untuk penguatan transmisi listrik," pungkasnya.
Pada tahun 2022 lalu, Anggota Komisi VII DPR RI, Ratna Juwita, melihat "power wheeling" sebagai solusi untuk mengatasi over supply listrik di Indonesia. Menurutnya, sistem "power wheeling" dapat memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi baru dan terbarukan, serta memberikan manfaat bagi berbagai kegiatan perindustrian di Indonesia.
“Selama pemerintah memiliki dari sistem power wheeling, maka sangat dapat memudahkan transfer energi listrik dari sumber energi baru dan energi terbarukan, karena pemanfaatan jaringan transmisi ini mempunyai skema yang cukup besar begitu banyak kegiatan-kegiatan perindustrian yang ada di indonesia yang menyerap energi listrik yang besar,” jelasnya.
Power wheeling yaitu mekanisme yang membolehkan perusahaan swasta atau "Independent Power Producers" (IPP) untuk membangun pembangkit listrik dan menjual setrum kepada pelanggan rumah tangga dan industri.