Nasib PLTU Batu Bara: Batal Suntik Mati, Tetapi Phase Out Dimulai 2025

Nasib PLTU Batu Bara: Batal Suntik Mati, Tetapi Phase Out Dimulai 2025
Proses pensiun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara akan segera dimulai secara bertahap. Sebagai gantinya, penggunaan batu bara akan digantikan dengan energi baru dan terbarukan (EBT). (Dok: PT Bukit Asam).

Listrik Indonesia | Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Dony Maryadi Oekon, mengumumkan bahwa proses pensiun Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbasis batu bara akan segera dimulai secara bertahap. Sebagai gantinya, penggunaan batu bara akan digantikan dengan energi baru dan terbarukan (EBT). Hal ini ia sampaikan di Kompleks DPR RI, Jakarta,  Rabu (22/11/2023).

“Phase out batu bara akan berawal di 2025. Phase out ya. Jadi batu bara ini saat ini di dalam grid kita ini ada 60 ribu, hampir 70%, itu emisinya dari batu bara. Kalau kita bicara emisi karbon nah ini kita harus mengurangi batu bara,” ungkapnya. 

Ia menekankan bahwa proses pensiun PLTU berbasis batu bara bukan suntik mati langsung, tetapi proses konversi dari batu bara ke sumber energi alternatif.

“Jadi suntik mati sih engga, tapi perlahan kita convert dari batu bara ke gas atau ke energi yang lain. Nah itu akan terjadi tahun 2025,” jelasnya.

Proses fase awal mengurangi emisi dari batu bara dimulai pada tahun 2025 berdasarkan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada agenda "Hannover Messe", di Jerman beberapa waktu lalu yang menegaskan rencana menutup PLTU berbasis batu bara pada tahun 2050.

“Jadi, kemarin ada kesalahan statement Presiden Jokowi di Jerman yang mengatakan 2025 akan ditutup semua itu salah. Statement itu akhirnya diklarifikasi oleh kepresidenan bahwasanya mulai phase out kita di 2025,” tambahnya.

Dalam konteks ini, Dony memperingatkan agar tidak ada penambahan pembangunan PLTU berbasis batu bara. Ia juga menekankan pentingnya Perseroan Listrik Negara (PLN) untuk mempersiapkan diri mengingat batu bara, meskipun memiliki harga terendah saat ini, tidak lagi menjadi pilihan utama untuk ketenagalistrikan di masa depan.

“Hari ini yang dipikirkan adalah jangan ada penambahan lagi pembangunan PLTU batu bara karena di 2025 nanti kita akan phase out. Kalau bicara ini, PLN harus siap. PLN harus siap kedepannya kita harus apa. Hari ini yang paling murah memang batu bara, tapi kalau kita lihat kedepannya memang kita mau batu bara terus?” katanya.

Di sisi lain, PLN telah merinci skema yang mereka sebut sebagai "Accelerated Renewable Energy with Coal Phase Down" (ACCEL RE Coal Phase Down). Skema ini memproyeksikan peningkatan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) hingga mencapai 62 gigawatt (GW) atau 75 persen dari kapasitas terpasang pembangkit hingga tahun 2040. Pembangkit listrik berbahan bakar gas akan mengisi 25 persen sisanya dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik (RUPTL) hingga 2040.

Executive Vice President Perencanaan Strategis Korporat PLN, Harlen, menjelaskan bahwa skema ACCEL RE Coal Phase Down dianggap aman bagi PLN secara keseluruhan. Hal tersebut ia ungkapkan saat webinar series MKI, Kamis (2/11/2023).

“Secara total skenario ACCEL RE Coal Phase Down adalah skenario yang masih aman kepada PLN,” ungkapnya.

Saat ini, PLN sedang mengkaji kemungkinan untuk mengurangi capacity factor (CF) dari pembangkit milik PLN dan independent power producer (IPP). Namun, mengurangi CF dari pembangkit IPP terbukti sulit karena keterikatan kontrak take or pay.

Harlen menjelaskan bahwa opsi pensiun dini PLTU batu bara tidak dapat dilakukan oleh PLN karena berpotensi membahayakan kondisi finansial perusahaan. Sebaliknya, pengurangan CF dianggap lebih aman dari segi pinjaman dan sistem kelistrikan.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#fosil

Index

Berita Lainnya

Index