Listrik Indonesia | Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana mengungkapkan besaran bunga pinjaman untuk program pensiun dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara di Indonesia. Berdasarkan pengalaman pinjaman pendanaan dari Bank Pembangunan Asia (ADB), bunga pinjaman tersebut berada di angka sekitar 1,7%. Hal tersebut ia ungkapkan saat berada di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (28/11/2023).
"Itu yang pengalaman kita kalau dengan ADB (bunga pinjaman) di angka 1,7%. Tapi persisnya itu nanti detailnya kan pada saat transaksi," ungkapnya.
Meskipun Dadan tidak merinci secara detail, ia menegaskan bahwa jumlah bunga pinjaman konsesi untuk program pensiun dini PLTU di dalam negeri akan jauh lebih murah dibandingkan bunga pinjaman dari lembaga keuangan komersial. Pemerintah berencana untuk mengejar pinjaman konsesi untuk mendukung program ini.
"Kalau kita itu memastikan itu harus lebih murah. Kalau pinjamannya, bunganya biasa saja, sama dengan yang lain, buat apa. Nanti pinjaman itu ada beberapa jenis juga. Yang kita kejar itu pinjaman konsesi, itu kita biasanya kita dengan ADB," katanya.
Dadan juga mengungkapkan perbandingan dengan bunga pinjaman komersial yang menurutnya masih berada di atas angka 7%.
"Kalo pinjam uang kan ditanya berapa, kalau kita pinjam uang kan (bunga) di angka 8% atau 9% ya sekarang, di atas 7% lah," pungkasnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengeluarkan kritik tentang bantuan dari negara-negara maju ke negara berkembang untuk beralih ke energi bersih. Jokowi mengatakan bahwa sebagian besar bantuan yang dijanjikan seperti pinjaman dari bank biasa. Padahal, seharusnya bantuan tersebut berupa hibah atau bantuan produktif, bukan utang yang hanya menambah masalah bagi negara berkembang dan miskin. Hal tersebut ia ungkapkan dalam kuliah umum di Stanford University, Amerika Serikat, Kamis (16/11/2023).
"Kita tahu semuanya sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim masih business as usual, masih seperti commercial banks. Padahal harusnya bentuknya konstruktif tidak dalam bentuk utang yang hanya menambah beban negara berkembang dan miskin," kritiknya.