Listrik Indonesia | Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengkritik keras keberadaan Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi yang dipimpin oleh Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, karena dianggap sarat akan kepentingan politik.
Menurut Mulyanto, keberadaan satuan tugas tersebut juga bersifat tumpang tindih. Seharusnya, tugas seperti itu seharusnya menjadi bagian dari Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral) karena Undang-Undang dan Keputusan Presiden terkait usaha pertambangan berada dalam lingkup kerja Kementerian ESDM, bukan Kementerian Investasi.
Mulyanto menegaskan bahwa pengelolaan tambang tidak hanya harus dilihat dari sudut pandang investasi, tetapi juga harus memperhatikan aspek lingkungan hidup dan kedaulatan pemanfaatan sumber daya alam nasional.
Tidak hanya itu, Mulyanto juga menduga keberadaan Satgas tersebut dipenuhi dengan kepentingan politik, terutama karena pembentukannya dilakukan menjelang kampanye pemilihan presiden 2024. Oleh karena itu, ia mencurigai pembentukan satuan tugas ini sebagai upaya untuk melegalkan pencarian dana kampanye bagi salah satu peserta pemilu.
"Terlepas dari masalah politik, saya melihat keberadaan satuan tugas ini akan merusak ekosistem pertambangan nasional. Pemerintah terkesan sewenang-wenang dalam memberikan wewenang kepada lembaga tertentu," tegasnya.
Sebelumnya, dilaporkan bahwa Bahlil diduga melakukan penyalahgunaan wewenang dengan mencabut dan mengaktifkan kembali Izin Usaha Pertambangan (IUP) serta Hak Guna Usaha (HGU) lahan sawit di beberapa daerah. Diduga, dalam melakukan hal tersebut, Bahlil meminta imbalan uang dalam jumlah besar, bahkan mencapai miliaran rupiah, atau dalam bentuk penyertaan saham di perusahaan-perusahaan tersebut.
Oleh karena itu, Mulyanto, yang juga merupakan politisi dari Fraksi PKS, mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk memeriksa Menteri Investasi dan Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, dalam kapasitasnya sebagai Kepala Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi.