Listrik Indonesia | Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana memaparkan keberhasilan program konversi minyak tanah (mitan) ke Liquified Petroleum Gas (LPG) sebagai bagian dari penerapan energi memasak bersih. Hal tersebut ia ungkapkan dalam diskusi panel yang mengusung tema 'Delivering Affordable Clean Cooking and Energy Access for All' bagian dari rangkaian kegiatan 9th Annual Global Conference on Energy Efficiency, di Nairobi, Kenya, Selasa (21/05/2024).
"Memasak dengan energi bersih sangatlah penting karena salah satu sumber polusi dalam ruangan terbesar di negara-negara berkembang adalah memasak dengan bahan bakar yang tidak bersih seperti kayu bakar dan minyak tanah," ungkapnya.
Program konversi LPG ini telah berhasil memberikan manfaat bagi sekitar 50 juta rumah tangga. Dari tahun 2010 hingga 2023, program ini telah mengkonversi sekitar 8,2 juta ton minyak tanah menjadi LPG.
Indonesia telah membuat kemajuan besar dalam mendorong warganya untuk mengadopsi solusi memasak bersih.
"Indonesia telah menunjukkan kemajuan luar biasa, dengan peningkatan akses terhadap energi bersih untuk memasak (clean cooking) dari 40% pada tahun 2010 menjadi hampir 90% dari populasi saat ini," ujarnya.
Menurut Dadan, pencapaian ini bukanlah hal yang mudah. Indonesia memiliki sejarah panjang dalam menyediakan akses energi untuk memasak bersih sambil melakukan transisi ke energi berkelanjutan.
Perjalanan menuju akses universal terhadap memasak ramah lingkungan dimulai pada tahun 2007, ketika Pemerintah Indonesia memprakarsai program konversi minyak tanah ke LPG yang merupakan program konversi LPG terbesar di dunia.
Dadan mengungkapkan bahwa motivasi utama di balik program ini adalah untuk mengurangi subsidi minyak tanah yang meningkat lebih dari empat kali lipat antara tahun 2001 dan 2008, serta beralih ke bahan bakar yang lebih ramah lingkungan untuk mengurangi polusi udara dalam ruangan.
Hambatan utama dalam penggunaan LPG yang lebih luas di Indonesia adalah masalah keterjangkauan dan ketersediaan. Namun, melalui kebijakan yang efektif, pembangunan infrastruktur LPG, penyediaan kompor gratis, dan harga LPG bersubsidi, Indonesia berhasil melipatgandakan proporsi penduduk yang memiliki akses terhadap energi bersih untuk memasak.
"Program konversi LPG telah memberikan manfaat bagi sekitar 50 juta rumah tangga dan sejak tahun 2010 hingga 2023, program ini mengonversi sekitar 8,2 juta ton minyak tanah menjadi LPG, dengan penurunan emisi GRK sebesar 2 juta ton CO2," ujarnya.
Namun, keberhasilan program ini juga menghadirkan tantangan baru. Biaya subsidi LPG semakin mahal karena meningkatnya permintaan. Untuk mengatasi hal ini, Indonesia secara aktif berusaha mengurangi subsidi LPG.
Meskipun LPG masih menjadi solusi utama untuk memasak ramah lingkungan di Indonesia, pemerintah secara bertahap beralih ke diversifikasi energi, terutama dengan memanfaatkan sumber daya dalam negeri. Pendekatan ini tidak hanya mengurangi beban anggaran negara, tetapi juga meningkatkan keamanan dan keberlanjutan energi.
"Karena Indonesia adalah produsen gas alam, kami juga memperluas penggunaan gas pipa, khususnya di wilayah perkotaan. Saat ini, sekitar 900 ribu rumah tangga sudah terhubung dengan jaringan gas bumi. Pada tahun 2023, konversi ke gas pipa ini mengurangi emisi GRK sekitar 50.000 Ton emisi CO2," pungkasnya.