Listrik Indonesia | Anggota Komisi VII DPR RI, Nasyirul Falah Amru berharap proses tender terhadap mitra kerja dalam pengadaan tender barang dan jasa proses produksi Migas (minyak dan gas) diperketat.
“Dalam sektor Migas, penggunaan TKDN (Tingkat Kandungan Dalam Negeri) sudah lima puluh persen. Sehingga tetap membutuhkan pengadaan, dan itu hal yang sangat urgen. Oleh karena itu, persyaratan pengetatan harus diutamakan. Jangan sampai memasukan mitra yang tidak memiliki kecakapan di bidangnya. Sehingga hal itu dapat memperlambat proses produksi Migas,” ujar Falah saat Rapat Dengar Pendapat Komisi VII DPR RI dengan SKK Migas dan PT Pertamina di ruang rapat Komisi VII, Gedung Nusantara I, DPR RI Senayan, Jakarta, Kamis (6/6)
Pengetatan terhadap proses tender harus dilakukan. Namun jangan sampai proses tersebut membuat produksi terhambat, atau tidak berjalan dengan baik.
Ia mencontohkan mesin-mesin pompa yang berasal dari Cina. Jangan sampai, tambahnya, produk tersebut berkualitas rendah, sehingga tidak sesuai harapan. Lebih lanjut, ia pun berharap agar ada pembicaraan lebih lanjut melalui Panja Migas untuk membahas lebih detail terkait menurunnya lifting atau produksi Migas dalam negeri, meskipun selama ini Pertamina telah berusaha untuk bisa meningkatkan lifting Migas.
Oleh karena itu, dalam rapat yang dipimpin oleh Wakil ketua Komisi VII DPR RI, Bambang Hariyadi, Komisi VII DPR RI sepakat untuk melakukan pendalaman secara menyeluruh atas kinerja SKK Migas dan Pertamina. Terutama terkait ketidaksinkronan antara peningkatan biaya pengadaan barang dan jasa melalui cost recovery, serta penurun lifting Migas setiap tahunnya melalui Panja Migas.
Selain itu, dalam kesimpulan RDP kali ini, Komisi VII DPR RI juga minta kepada SKK Migas dan PT Pertamina untuk menyampaikan jawaban tertulis atas semua pertanyaan yang diungkapkan anggota Komisi VII DPR RI dalam pertemuan tersebut, serta menyampaikannya kepada Komisi VII DPR RI paling lambat tanggal 13 juni 2024.