Listrik Indonesia | Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto mengingatkan pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan menaikkan harga jual BBM bersubsidi, terutama Pertalite. Mulyanto menekankan pentingnya mempertimbangkan kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat sebelum memutuskan kebijakan kenaikan harga. Hal tersebut ia ungkapkan, Kamis (27/06/2024).
Mulyanto menjelaskan bahwa meskipun harga BBM non-subsidi diperkirakan akan naik pada bulan Juli 2024, kenaikan ini didorong oleh beberapa faktor utama. Faktor-faktor tersebut meliputi peningkatan tren harga minyak global, penurunan produksi minyak, dan melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Pemerintah jangan cari kesempatan dari pelemahan nilai tukar rupiah ini untuk menaikan harga BBM bersubsidi. Karena indikator objektif lain dalam pembentukan harga jual BBM bersubsidi masih positif," ungkapnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah seharusnya fokus mencari solusi untuk mengatasi pelemahan nilai tukar rupiah tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat kecil.
Menurut Mulyanto, ada banyak upaya yang bisa dilakukan pemerintah untuk menjaga stabilitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tanpa menaikkan harga jual BBM bersubsidi.
“Jangan mentang-mentang nilai tukar rupiah anjlok, maka langsung terpikir untuk menaikan harga BBM bersubsidi,” ujarnya.
Saat ini, tren harga minyak mentah dunia cukup stabil di kisaran USD 81 per barel, jauh lebih rendah dibandingkan dengan harga USD 90 per barel di awal Oktober 2023. Asumsi makro Indonesian Crude Oil Price (ICP) tahun 2024 adalah USD 82 per barel, yang berarti harga minyak dunia saat ini masih berada di bawah asumsi tersebut.
"Kami maklumi bahwa pelemahan nilai tukar rupiah saat ini dapat mempengaruhi harga jual BBM bersubsidi. Tapi jangan mentang-mentang nilai tukar rupiah anjlok, maka langsung terpikir untuk menaikan harga BBM bersubsidi," pungkasnya.
