Kerancuan Menginterpretasikan Target Bauran Energi 23%

Kerancuan Menginterpretasikan Target Bauran Energi 23%
Herman Darnel Ibrahim menjadi pembicara dalam FGD Energi Laut di Surabaya

Listrik Indonesia | Upaya meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan di Indonesia semakin disorot seiring dengan tantangan mencapai target bauran energi 23% EBT (energi baru dan terbarukan) yang ditetapkan oleh PP 79/2014 tentang Kebijakan Energi Nasional (KEN). Target ini kini terlihat sulit dicapai.

Salah satu penyebab utama adalah kerancuan pemahaman di kalangan pengambil kebijakan dan akademisi. Herman Darnel Ibrahim, Anggota Dewan Energi Nasional (2009-2014 dan 2019-2024), mengungkapkan dalam acara FGD Energi Laut di ITS, Hotel Oakwood, Surabaya, bahwa banyak yang salah kaprah mengenai angka 23% dalam KEN.

"Sesungguhnya angka 23% dalam KEN itu bukan bauran energi listrik, tetapi bauran energi primer. Bauran energi listrik dalam energi final Indonesia saat penetapan KEN hanya sekitar 15%, dengan 85% lainnya berasal dari pembakaran langsung energi fosil di sektor transportasi, industri, dan rumah tangga. Dengan demikian, energi primer listrik hanya sepertiga dari konsumsi energi primer nasional," jelas Herman dalam keterangannya. Selasa, (2/7/2024).

Herman Darnel saat memaparkan presentasi

Ia menambahkan bahwa dalam pemodelan energi untuk KEN 79/2014, target EBT 23% akan dicapai dengan skenario 25% energi listrik dipasok dari energi terbarukan, serta penggunaan 30% BBM biofuel di sektor transportasi dengan biodiesel 30 dan bioethanol 30. Namun, kenyataannya, bioethanol 30 belum berjalan sesuai rencana. "Karena konsumsi energi BBM lebih besar dari konsumsi listrik, target bauran EBT 23% saat ini baru tercapai sekitar 13%," lanjutnya.

Pada kesempatan yang sama, Mukhtasor, Guru Besar ITS dan Anggota Dewan Energi Nasional (2009-2014), menambahkan bahwa saat ini PLN seringkali dituduh sebagai pihak yang bertanggung jawab atas lambatnya pencapaian target bauran energi 23% EBT. Padahal, penyebab terbesar justru berada di luar PLN, seperti penggunaan energi fosil di sektor transportasi, industri, dan rumah tangga.

"Kelambatan signifikan penggunaan biodiesel, bioethanol, dan biomassa turut menyumbang pada lambatnya pencapaian ini," kata Mukhtasor.

Mukhtasor berharap agar semua sektor di luar PLN, termasuk Kementerian Perindustrian, turut bertanggung jawab atas kesiapan ekosistem industri energi terbarukan nasional, serta pemanfaatan energi terbarukan di dunia industri. Selain itu, dia berharap agar rancangan pedoman pengembangan proyek energi laut yang sedang disusun dapat membantu meningkatkan kontribusi energi terbarukan dalam bauran energi nasional.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Energi Terbarukan

Index

Berita Lainnya

Index