Listrik Indonesia | Rencana pemerintah untuk menggunakan bahan bakar nabati (BBN) bioetanol sebagai campuran bahan bakar minyak (BBM) belum juga terealisasi, meskipun berbagai regulasi telah disiapkan. Hingga saat ini, implementasinya masih belum menunjukkan hasil yang signifikan.
"Dari dulu program bioetanol ini sudah ada, regulasi di Kementerian ESDM sudah banyak, bahkan sampai 2025 harusnya kita sudah capai 20% bioetanol, tetapi sampai sekarang hasilnya masih nol," kata Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, pada acara Green Economy Expo 2024 di Jakarta Convention Center, Kamis (4/7/2024).
Pemerintah terus mendorong penggunaan bioetanol sebagai campuran BBM, dengan target awal campuran sebesar 2,5% atau 5%. Eniya mengakui bahwa sumber daya yang tersedia untuk memproduksi bioetanol masih terbatas.
"Kita sedang mempercepat pembahasan, apakah akan dimulai dengan campuran B5 atau B2,5 terlebih dahulu. Pertamina mungkin sedang berdiskusi mengenai hal ini karena sumber daya untuk menyediakan bioetanol tidak banyak," tambahnya.
Saat ini, dari 13 industri bioetanol yang ada di Indonesia, hanya dua yang memenuhi kriteria untuk bisa digunakan sebagai fuel grade. "Hanya dua industri yang memenuhi kriteria untuk masuk sebagai fuel grade, sementara yang lainnya masih food grade," jelas Eniya.
Pemerintah juga telah menerapkan penggunaan BBM Biodiesel 35% (B35) dan berencana untuk meningkatkan hingga B40 atau bahkan B50 di masa mendatang, menunjukkan komitmen yang kuat terhadap pengembangan bioenergi di Indonesia.