Listrik Indonesia | Staf Ahli Menteri ESDM Bidang Perencanaan Strategis, M. Idris F. Sihite menegaskan bahwa pengelolaan sumber daya alam harus bisa memberikan kesejahteraan dan menggerakkan ekonomi wilayah sekitar, bukan hanya memberikan dampak buruk akibat kegiatan pertambangan yang tidak bertanggung jawab. Hal ini disampaikannya dalam acara Focus Group Discussion (FGD) terkait Tata Kelola Pertambangan (Minerba dan Migas), Kontribusinya Bagi Penerimaan Negara, dan Perspektif Tindak Pidana di Bidang Pertambangan di Wilayah Sumsel, Palembang, pada Kamis (18/07/2024).
Idris menyampaikan bahwa hasil diskusi Kementerian ESDM dengan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menunjukkan adanya anomali dalam pengelolaan sumber daya alam di beberapa wilayah Indonesia. Wilayah-wilayah yang kaya akan sumber daya alam justru memiliki tingkat kemiskinan yang cukup tinggi, termasuk di Provinsi Sumatera Selatan.
Salah satu penyebab dari anomali tersebut adalah banyaknya pertambangan tanpa izin (PETI) di Sumatera Selatan yang hanya mencari keuntungan tanpa memperhatikan kaidah-kaidah pertambangan yang baik, serta bertanggung jawab.
Idris menyatakan bahwa Sumatera Selatan adalah salah satu lokasi dengan jumlah PETI terbanyak di Indonesia. PETI adalah tindak pidana pertambangan subsektor minerba dengan delik khusus (lex specialis) di luar KUHP yang memuat sanksi pidana.
Menurut Idris, untuk menghentikan anomali ini, diperlukan upaya yang komprehensif dan berkelanjutan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, pelaku usaha, masyarakat sipil, dan akademisi.
Ia menekankan bahwa hal ini merupakan pekerjaan rumah bersama untuk memastikan bahwa tata kelola sumber daya alam sudah sejalan dengan tujuan Pasal 33 UUD 1945, yaitu sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat.
Idris juga menyoroti bahwa Provinsi Sumatera Selatan memiliki cadangan batubara terbesar kedua di Indonesia sebanyak 9,3 miliar ton dan produksi batubara pada tahun 2023 sebanyak 104,68 juta ton, serta menghasilkan penerimaan negara sebesar Rp9,898 triliun (terdiri dari iuran tetap sebesar Rp66,4 miliar dan royalti sebesar Rp9,832 triliun), tetap saja tidak mampu mengurangi tingkat kemiskinan di provinsi ini.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan, Yulianto menyambut baik kerja sama dalam penyelenggaraan FGD ini. Ia berharap bahwa penyelenggaraan FGD ini dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas jaksa-jaksa di Sumsel, agar mereka memahami dengan baik cara menangani kasus korupsi dan perkara pertambangan.
FGD ini adalah hasil kerja sama antara Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, dan Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan. FGD ini bertujuan untuk memberikan pengayaan lebih mendalam kepada para jaksa di seluruh Kejaksaan Negeri di wilayah Sumatera Selatan mengenai pertambangan minerba dan migas dari sisi regulasi.
