Listrik Indonesia | Indonesia memiliki potensi besar dalam pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), namun Indonesia juga dihadapkan dengan berbagai tantangan.
Direktur Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (EBTKE) di Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi menyoroti perlunya percepatan dalam transisi energi sebagai langkah penting menuju ketahanan energi nasional.
Ia menegaskan bahwa urgensi transisi energi semakin meningkat, bukan hanya untuk menangani perubahan iklim, tetapi juga demi memperkuat ketahanan energi, meningkatkan kualitas udara dan membangun masa depan yang berkelanjutan.
“Agar peak emission-nya tidak mundur, kita diharapkan lebih cepat mengakselerasi lagi untuk penurunan emisinya. Tanggung jawab kita jauh lebih besar. Ini sudah mulai dibahas dan berharap dapat mendorong dan bergulir di industri-industri,” dikutip dari Majalah Listrik Indonesia, Edisi 99.
Menurutnya, pemerintah telah memberikan dorongan yang signifikan melalui regulasi, sementara perusahaan sektor listrik menjadi kunci utama dalam menurunkan emisi.
“Jadi harapan kita untuk menurunkan emisi dengan cara co-firing, coal phase down, dengan cara pemanfaatan teknologi baru, serta juga untuk mengatasi intermitensi kita perlu energy storage,” jelasnya.
Namun, Prof. Eniya juga menyoroti bahwa Indonesia masih kekurangan pembangkit energi baru terbarukan (EBT), sehingga menjadi pekerjaan rumah besar menuju target energi terbarukan pada 2025.
“Jadi, pada tahun 2025 kalau kita lihat sektor RUPTL di PLN, upaya PLN sudah demikian masif untuk menghadirkan renewable energy, tapi kita masih kurang banyak sekali. Kalau saya asumsikan, sampai tahun 2025 itu kita masih perlu 7 GW untuk renewable energy,” tambahnya.
Rencana pengembangan energi terbarukan, lanjut Eniya, mencakup berbagai aktivitas seperti pembangunan pembangkit EBT sesuai RUPTL, pengembangan PLTS Atap, PLTS Wilus, PLTA Wilus dan pemanfaatan energi bersih lainnya seperti CCT PLTU Batu bara dan PLT Gas baru.
Selain itu, penggunaan bahan bakar rendah karbon melalui program konversi BBM ke LPG, penggunaan gas alam untuk angkutan umum dan reklamasi sektor pertambangan juga menjadi prioritas.
“Sedangkan untuk penggunaan bahan bakar rendah karbon melalui fuel switching BBM untuk transportasi, konversi minyak tanah ke LPG, penggunaan gas alam untuk angkutan umum perkotaan dan jargas kota. Dan terakhir melakukan reklamasi sektor pertambangan,” ungkapnya.