Arah Baru PLN Menuju Transisi Energi

Arah Baru PLN Menuju Transisi Energi
Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar membeberkan sejumlah upaya strategis yang dilakukan PLN dalam agenda transisi energi di Tanah Air

Listrik Indonesia | PT PLN (Persero) mengungkapkan sejumlah langkah strategis untuk mendukung transisi energi di Indonesia, dengan tujuan mencapai Net Zero Emissions pada tahun 2060. Direktur Manajemen Risiko PLN, Suroso Isnandar, menyampaikan inisiatif ambisius ini dalam acara bertema "Electrifying The Future: Strategi Hijau untuk Akselerasi Net Zero Emissions" yang berlangsung di Jakarta pada Selasa (17/9). 

"Kami merancang program transisi energi yang menargetkan pencapaian hingga tahun 2060. Harapannya, emisi dapat mencapai nol, yang kita sebut sebagai net zero emissions. PLN sangat berkomitmen untuk mewujudkan ini," ujar Suroso. 

Dalam upaya mencapai target tersebut, PLN telah menyusun road map transisi energi. Bersama pemerintah, PLN menyusun Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang menjadi RUPTL terhijau sepanjang sejarah. Dalam rencana ini, ada peningkatan kapasitas pembangkit energi baru terbarukan (EBT) sebesar 51,6% atau sekitar 21 gigawatt (GW) hingga tahun 2030. 

Untuk merealisasikan hal ini, Pemerintah dan PLN telah merancang program Accelerated Renewable Energy Development (ARED), yang fokus pada pengurangan bertahap penggunaan batu bara di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) melalui mekanisme yang dikenal sebagai coal phase down Strategi ini memungkinkan penambahan kapasitas pembangkit berbasis EBT hingga 75%, sementara 25% akan berbasis gas sampai tahun 2040. 

“Melalui ARED ini, kita tidak serta-merta menghentikan PLTU, yang disebut sebagai coal phase out, tetapi kita melakukannya secara bertahap, atau coal phase down. Artinya, kita secara bertahap mengurangi penggunaan batu bara,” jelas Suroso. 

PLN juga telah menghapus rencana pembangunan PLTU dari agenda investasi masa depan. 

"Selain itu, PLN berkomitmen untuk meningkatkan kapasitas pembangkit berbasis EBT menjadi 66.000 MW hingga tahun 2040. Pembangunan energi terbarukan ini mencakup tenaga surya, angin, panas bumi, dan biomassa, yang diharapkan dapat menggantikan energi fosil dalam jangka panjang," tambah Suroso. 

Sebagai bagian dari transisi energi, PLN telah menerapkan co-firing di 46 PLTU dengan memanfaatkan biomassa sebagai pengganti sebagian batu bara. Inisiatif ini akan diperluas ke 52 PLTU pada tahun 2025. 

Suroso juga mengungkapkan rencana PLN untuk memulai perdagangan karbon di 55 PLTU melalui mekanisme carbon trading Arah Baru PLN Menuju Transisi Energi. Di samping itu, PLN telah meluncurkan layanan Renewable Energy Certificate (REC) sebagai bagian dari produk hijau untuk mengurangi emisi karbon di sektor energi secara efektif. 

“Ke depannya, PLN akan mempercepat pembangunan pembangkit listrik berbasis energi terbarukan dengan kapasitas besar, seperti tenaga surya, air, dan angin,” lanjutnya. 

Dalam acara yang sama, Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abra Talattov, menekankan peran penting PLN dalam mempercepat transisi energi dari pembangkit fosil ke energi terbarukan. 

"Melalui RUPTL, Indonesia menargetkan sekitar 51% kapasitas pembangkit listrik akan berasal dari energi terbarukan pada tahun 2030. Ini adalah langkah progresif menuju masa depan yang lebih hijau," ujarnya. 

Selain itu, menurut Abra, REC yang disediakan oleh PLN menjadi solusi bagi industri yang ingin beralih ke energi bersih. Langkah hijau PLN ini tidak hanya berdampak positif bagi lingkungan, tetapi juga berpotensi menciptakan lapangan kerja baru dan mendukung pertumbuhan ekonomi. 

"Investasi hijau mampu membuka peluang kerja formal yang berkualitas, mendukung kelas menengah, dan memperkuat ekonomi menuju Indonesia Emas 2045. Ini adalah kontribusi penting bagi pembangunan dan kesejahteraan masyarakat," pungkasnya.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#PLN

Index

Berita Lainnya

Index