Listrik Indonesia | Direktur Utama PT PLN (Persero), Darmawan Prasodjo mengungkapkan rencana strategis untuk mengatasi ketimpangan energi di Indonesia dengan membangun jaringan listrik yang terkoneksi secara digital atau smart grid. Hal tersebut ia ungkapkan dalam acara Rakornas REPNAS 2024 di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Rencana tersebut berdasarkan permintaan dan konsumsi listrik yang besar saat ini terkonsentrasi di Pulau Jawa, sementara sebagian besar sumber energi baru dan terbarukan (EBT) seperti hidro, panas bumi, dan surya, berada di luar Jawa
"Begitu renewable energy, hydro, geothermal, wind kita bicara solar (surya) juga, dengan berbagai energi, ombak dan lain-lain, kita ada pertumbuhan demand di Jabar tapi hydro-nya di Sumut. Apakah bisa dipindahkan? Belum ada teknologi untuk pindahkan dari Sumut ke Jabar," ungkapnya.
Untuk mengatasi masalah ketimpangan ini, PLN berencana membangun jaringan transmisi khusus yang disebut green enabling transmission line, guna memastikan energi terbarukan dapat didistribusikan secara merata.
"Mismatch ini kita selesaikan kita sambungkan green enabling transmission line, pendek saja 35 ribu km sirkuit transmission line ini sekeliling bumi masih tambah lagi. Kalau sampai 2040 ini mencapai 70 ribu km transmission line-nya untuk mismatch ke epicentrum demand," jelasnya.
Darmawan menekankan pentingnya transisi ke energi baru terbarukan, tidak hanya untuk memastikan pasokan listrik yang berkelanjutan, tetapi juga sebagai respons terhadap tantangan perubahan iklim global.
Menurut Darmawan, PLN tidak bisa bekerja sendiri dalam mengatasi tantangan perubahan iklim ini. Dibutuhkan kerja sama antara berbagai pihak untuk mewujudkan transisi energi yang berkelanjutan dan memastikan penyediaan listrik berbasis energi baru terbarukan demi masa depan yang lebih hijau.
"Nah dalam proses ini tentu saja dunia berubah kita butuh sesuatu, kita menghadapi tantangan luar biasa yaitu global climate change is a global problem. Apakah teman-teman tahu emisi 1 ton gas rumah kaca (GRK) di Jakarta sini damage-nya sama dengan emisi 1 ton di Tokyo, Washington, jadi ini emisi gas rumah kaca dampaknya sama, ini global challenge. The answer is this is global challenge the only way to move forward to combat this climate change is through global collaborations," pungkasnya.