Listrik Indonesia | Jakarta, 14 Oktober 2024 – Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menekankan pentingnya memperluas jaringan gas bumi bagi rumah tangga atau Jargas guna mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor energi. Ia memperingatkan bahwa jika langkah ini tidak segera dilakukan, Indonesia bisa mengalami dampak ekonomi serius akibat terus-menerus bergantung pada impor gas.
“Kita harus membangun Jargas. Kalau tidak, kita akan terus bergantung pada impor, dan ini lama-kelamaan bisa merugikan ekonomi kita,” ujar Bahlil dalam pertemuan di Jakarta, Senin (14/10/2024).
Rendahnya Pemanfaatan Jargas di Berbagai Wilayah
Bahlil mengungkapkan bahwa pemanfaatan jaringan gas bumi di beberapa daerah masih sangat rendah. “Di Jawa Timur baru 6%, Jawa Barat 4%, dan Jawa Tengah hanya 2%. Hal ini karena infrastruktur pipa gas belum terbangun dengan baik,” jelasnya. Ia menyebutkan bahwa dirinya telah meminta Menteri Keuangan untuk mempercepat pembangunan infrastruktur pipa gas, yang diibaratkannya seperti membangun jalan tol.
Tingginya Ketergantungan pada Impor LPG
Bahlil turut menyoroti masalah tingginya impor gas LPG yang masih membebani Indonesia. Produksi LPG domestik hanya mencapai 1,7 juta ton per tahun, sementara kebutuhan nasional mencapai 8 juta ton. “Untuk menutupi kekurangannya, kita terpaksa impor 6-7 juta ton LPG setiap tahun,” tambahnya.
Ia menekankan bahwa pembangunan industri gas domestik perlu segera menjadi prioritas agar Indonesia dapat mengurangi ketergantungan pada impor. “Kita harus mengembangkan industri gas domestik yang mampu menghasilkan LPG dengan kualitas C-3 dan C-4,” ujarnya.
Potensi Domestik Belum Dioptimalkan
Bahlil menjelaskan bahwa Indonesia memiliki potensi bahan baku propana (C3) dan butana (C4) sebanyak 2 juta ton per tahun. Namun, potensi ini belum dioptimalkan dengan baik sehingga membutuhkan perhatian lebih dari pemerintah dan pelaku industri.
Beban Subsidi LPG yang Tinggi
Selain itu, Bahlil mengungkapkan bahwa subsidi LPG terus menjadi beban berat bagi negara. Subsidi LPG mencapai Rp 60-80 triliun per tahun karena harga LPG domestik tetap di sekitar Rp 6.000 per kilogram, meskipun harga global telah melonjak hingga Rp 18.000 per kilogram.
“Saat ini masyarakat kita masih membayar sekitar Rp 5.700 hingga Rp 6.000 per kilogram, jauh lebih murah dari harga internasional. Hal ini terus menjadi beban bagi APBN,” jelasnya.
Dengan pengembangan industri gas nasional dan perluasan jaringan Jargas, Bahlil berharap Indonesia dapat mengurangi impor dan memperkuat kemandirian energi.