Listrik Indonesia | Gresik, Jawa Timur (14/10) – Kebakaran yang terjadi di smelter PT Freeport Indonesia (PTFI) di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Java Integrated Industrial and Port Estate (JIIPE) pada Senin (14/10) menarik perhatian publik dan memicu berbagai reaksi. Insiden ini menimbulkan desakan agar investigasi dilakukan secara profesional dan objektif guna mengungkap penyebab kebakaran.
Pembina Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia (MITI), Mulyanto, menilai insiden tersebut mengandung kejanggalan. Smelter tembaga tersebut baru diresmikan oleh Presiden Joko Widodo kurang dari sebulan yang lalu, dan seharusnya sudah dilengkapi dengan standar operasional yang ketat untuk mencegah insiden seperti ini.
“Ini menimbulkan pertanyaan serius. Pembangunan smelter ini direncanakan sejak lama dan seharusnya dikerjakan dengan cermat. Saya khawatir kebakaran ini malah digunakan sebagai alasan untuk memperpanjang relaksasi ekspor konsentrat tembaga yang akan habis masa berlakunya dalam dua bulan,” kata Mulyanto.
Pernyataan ini merujuk pada wacana dari Menteri ESDM Bahlil Lahadalia, yang sebelumnya membuka kemungkinan memperpanjang relaksasi ekspor bagi Freeport dan Amman Mineral hingga awal 2025.
Kejanggalan di Fasilitas Baru
Mulyanto menilai kebakaran di fasilitas baru tersebut patut dicurigai. "Belum genap sebulan beroperasi, smelter ini sudah terbakar. Hal ini bisa menandakan adanya pengerjaan yang tidak tuntas, mungkin karena dikejar tenggat waktu," ujarnya.
Ia mendesak agar pemerintah tidak menggunakan insiden ini sebagai alasan untuk memperlonggar kebijakan pembatasan ekspor konsentrat. "Kita harus konsisten dengan aturan. Jangan sampai kebakaran ini dijadikan dalih untuk memberikan Freeport kelonggaran, apalagi sampai melanggar UU Minerba," tambahnya.
Tegakkan Regulasi dengan Konsisten
Mulyanto juga mengkritik wacana perubahan regulasi terkait izin tambang yang berpotensi memperpanjang masa operasi Freeport. "Jangan sampai ada perubahan Peraturan Pemerintah (PP) yang membuka ruang perpanjangan izin hingga seluruh cadangan tambang habis," tegasnya.
Menurutnya, penegakan hukum dan konsistensi kebijakan penting untuk menjaga integritas sektor pertambangan di Indonesia. Ia berharap pemerintah tidak memberikan kemudahan berlebihan kepada perusahaan tambang yang dapat merugikan kepentingan nasional.
Desakan Penyelidikan Transparan
Kebakaran ini menambah kekhawatiran terkait kualitas konstruksi dan keselamatan operasional smelter di JIIPE, Gresik. Publik menunggu hasil investigasi dari pihak berwenang untuk menghindari spekulasi dan memastikan insiden ini diusut secara tuntas.
"Penyelidikan harus dilakukan secara cepat dan profesional. Ini penting agar tidak ada spekulasi negatif yang berkembang," pungkas Mulyanto.
Pihak kepolisian dan pemangku kepentingan terkait diharapkan segera memberikan klarifikasi mengenai hasil investigasi agar publik mendapatkan kepastian dan kejelasan.