Dibangga-Banggakan Prabowo, Ini Sejarah Biodiesel

Dibangga-Banggakan Prabowo, Ini Sejarah Biodiesel
Biodiesel. (Dok: @djebtke)

Listrik Indonesia | Biodiesel adalah bahan bakar yang semakin populer sebagai alternatif pengganti bahan bakar fosil, khususnya diesel. Dengan tuntutan global untuk mengurangi emisi karbon dan mengembangkan sumber energi terbarukan, biodiesel telah menjadi solusi yang menjanjikan. Namun, di balik penggunaannya yang semakin meluas, biodiesel memiliki sejarah panjang yang bermula lebih dari satu abad lalu. Dalam artikel ini, kita akan mengulas asal muasal biodiesel, perkembangan teknologinya, dan bagaimana bahan bakar ini menjadi bagian dari solusi energi masa depan.

Awal Penggunaan Minyak Nabati sebagai Bahan Bakar

Sejarah biodiesel tak bisa dilepaskan dari sejarah minyak nabati sebagai sumber bahan bakar. Pada tahun 1900, insinyur asal Jerman, Rudolf Diesel, memamerkan mesin barunya di Paris World’s Fair, yang dijalankan menggunakan minyak kacang tanah. Diesel, yang memang adalah penemu mesin diesel, melihat minyak nabati sebagai bahan bakar yang lebih ramah lingkungan dibandingkan dengan minyak bakar yang saat itu banyak digunakan. Diesel percaya bahwa minyak nabati bisa menjadi sumber bahan bakar yang berkelanjutan, terutama untuk negara-negara yang memiliki sumber daya agrikultur.

Namun, minyak bakar dari fosil seperti minyak tanah dan solar tetap menjadi pilihan utama karena biayanya yang lebih murah serta mudah didapatkan. Seiring waktu, pemanfaatan minyak nabati sebagai bahan bakar praktis terlupakan, dan mesin diesel di seluruh dunia dioperasikan menggunakan bahan bakar fosil.

Kebutuhan Alternatif Bahan Bakar di Abad ke-20

Pada tahun 1970-an, krisis minyak yang melanda dunia membangkitkan kembali minat terhadap energi alternatif. Ketergantungan dunia pada minyak bumi membuat banyak negara mencari cara untuk mengurangi impor minyak dan mengembangkan sumber bahan bakar dalam negeri. Pada periode inilah, minyak nabati kembali dipertimbangkan sebagai bahan bakar alternatif, terutama karena sifatnya yang dapat diperbaharui dan ramah lingkungan.

Seiring berkembangnya teknologi, para ilmuwan berhasil mengolah minyak nabati menjadi bahan bakar yang lebih stabil dan cocok untuk mesin diesel modern. Dengan proses yang disebut transesterifikasi, minyak nabati diubah menjadi methyl ester atau ethyl ester, yang sekarang kita kenal sebagai biodiesel. Proses ini melibatkan reaksi kimia antara minyak nabati dan alkohol, menghasilkan biodiesel dan gliserin sebagai produk sampingan. Dengan sifatnya yang mudah terurai secara alami dan emisinya yang lebih rendah, biodiesel menjadi bahan bakar alternatif yang menarik.

Perkembangan Biodiesel di Dunia

Pada awal 1990-an, biodiesel mulai digunakan secara komersial di Eropa, khususnya di Jerman dan Austria. Negara-negara ini tidak hanya mengembangkan biodiesel sebagai alternatif bahan bakar, tetapi juga mengeluarkan regulasi yang mendukung penggunaannya. Misalnya, pemerintah Jerman memberikan insentif pajak bagi pengguna biodiesel, yang membuat harga biodiesel lebih kompetitif dibandingkan diesel konvensional. Keberhasilan di Eropa ini kemudian diikuti oleh negara-negara lain seperti Amerika Serikat dan Brasil, yang juga memiliki ketergantungan tinggi terhadap impor minyak bumi.

Di Amerika Serikat, biodiesel mulai dikenal luas setelah tahun 2000, ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan yang mendorong penggunaan bahan bakar terbarukan. Program-program seperti Renewable Fuel Standard (RFS) mendorong produksi dan penggunaan biodiesel sebagai bagian dari upaya mengurangi emisi gas rumah kaca. Sedangkan di Brasil, biodiesel menjadi komponen utama dari program biofuel yang bertujuan memanfaatkan kekayaan alam, terutama kelapa sawit, kacang kedelai, dan tanaman lainnya yang mudah diolah menjadi biodiesel.

Sumber Bahan Baku Biodiesel

Biodiesel bisa diproduksi dari berbagai jenis minyak nabati, seperti minyak kedelai, minyak rapeseed (canola), minyak kelapa sawit, dan minyak biji bunga matahari. Selain itu, biodiesel juga dapat dihasilkan dari minyak hewan atau minyak bekas hasil penggorengan yang diolah ulang. Setiap jenis minyak memiliki keunggulan dan tantangan tersendiri dalam produksi biodiesel.

  • Minyak Kelapa Sawit: Umumnya digunakan di negara-negara Asia Tenggara seperti Indonesia dan Malaysia. Minyak sawit memiliki potensi produksi tinggi dan murah, tetapi sering dikritik karena dampak lingkungannya.
  • Minyak Kedelai: Bahan baku utama biodiesel di Amerika Serikat. Kelebihan minyak kedelai adalah ketersediaannya yang melimpah karena tanaman kedelai juga banyak dikonsumsi untuk kebutuhan pangan.
  • Minyak Rapeseed: Banyak digunakan di Eropa, khususnya Jerman dan Prancis, karena kualitasnya yang baik sebagai bahan baku biodiesel.
  • Minyak Jarak: Di beberapa negara, minyak jarak menjadi pilihan karena tanaman jarak bisa tumbuh di lahan yang kurang subur dan memerlukan sedikit perawatan.

Pemilihan bahan baku ini bergantung pada ketersediaan lokal dan pertimbangan ekonomi serta lingkungan di masing-masing negara.

Manfaat dan Tantangan Penggunaan Biodiesel

Biodiesel memiliki berbagai manfaat. Selain mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, biodiesel juga memiliki emisi karbon yang lebih rendah dibandingkan diesel konvensional. Bahkan, penggunaan biodiesel pada mesin diesel menghasilkan emisi karbon sekitar 50% lebih sedikit daripada bahan bakar fosil. Selain itu, biodiesel juga mudah terurai secara alami sehingga lebih ramah lingkungan jika terjadi tumpahan.

Namun, tantangan biodiesel juga cukup signifikan. Penggunaan tanaman pangan sebagai bahan baku biodiesel menimbulkan kekhawatiran akan persaingan antara kebutuhan pangan dan energi. Kenaikan permintaan biodiesel dapat memengaruhi harga pangan, terutama di negara-negara berkembang. Selain itu, proses produksi biodiesel dari kelapa sawit seringkali menimbulkan isu lingkungan, seperti deforestasi dan hilangnya habitat bagi satwa liar.

Biodiesel di Masa Depan

Dengan meningkatnya permintaan global untuk energi terbarukan, biodiesel diperkirakan akan memainkan peran yang semakin penting dalam memenuhi kebutuhan energi. Inovasi dalam teknologi produksi juga diharapkan dapat mengatasi beberapa kendala yang ada, seperti efisiensi produksi dan keberlanjutan sumber bahan baku.

Di banyak negara, campuran biodiesel dengan diesel konvensional sudah menjadi standar untuk menurunkan emisi karbon. Beberapa negara menerapkan standar campuran biodiesel dengan bahan bakar fosil, seperti B5 (5% biodiesel) atau B20 (20% biodiesel), untuk meningkatkan penetrasi biodiesel di pasar. Teknologi juga berkembang untuk menciptakan biodiesel generasi kedua dan ketiga, yang menggunakan limbah pertanian atau mikroalga sebagai bahan baku, yang diharapkan dapat mengatasi keterbatasan bahan baku saat ini.

Biodiesel adalah salah satu alternatif bahan bakar yang menjanjikan dalam mengurangi dampak lingkungan dan ketergantungan pada minyak bumi. Dari awalnya sebagai bahan bakar eksperimen pada mesin diesel, hingga menjadi bahan bakar komersial yang digunakan di berbagai negara, perjalanan biodiesel menunjukkan potensi besar bahan bakar ini dalam menyokong kebutuhan energi global. Dengan inovasi teknologi dan kebijakan yang mendukung, biodiesel berpotensi menjadi solusi energi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan di masa depan.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#energi

Index

Berita Lainnya

Index