Listrik Indonesia | Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengumumkan rencana pemerintah untuk meningkatkan kepemilikan saham Indonesia di PT Freeport Indonesia (PTFI) hingga 61%, dengan tambahan 10% saham. Langkah ini akan memperkuat posisi pemerintah dalam pengelolaan salah satu tambang emas terbesar dunia. Namun, pertanyaan muncul: apakah ini langkah strategis yang menguntungkan atau malah berpotensi menambah beban anggaran?
Bahlil mengungkapkan bahwa proses divestasi ini sedang menunggu finalisasi dari pihak Freeport. "Kami masih menunggu keputusan dari Freeport. Baru-baru ini, ada insiden kebakaran di pabrik asam sulfat mereka. Setelah insiden ini ditangani, pembicaraan akan dilanjutkan," ujar Bahlil setelah rapat terbatas di Istana Negara, Jakarta, pada Kamis (31/10).
Walaupun pemerintah optimistis dengan rencana ini, berbagai tantangan masih membayangi. Kebakaran yang terjadi di salah satu fasilitas Freeport menambah kompleksitas negosiasi, sekaligus memunculkan kekhawatiran mengenai kondisi operasional perusahaan tersebut. Hal ini menjadi faktor penting dalam negosiasi, mengingat pemerintah tidak ingin menambah aset bermasalah ke dalam portofolio.
Bahlil juga mengklaim bahwa peningkatan kepemilikan saham ini akan menguntungkan Indonesia, terutama karena pemerintah sudah memiliki kontrol mayoritas sebesar 51%. "Dengan kepemilikan ini, kita bisa lebih mengarahkan kebijakan yang bermanfaat bagi kepentingan nasional," tambahnya. Namun, apakah 10% tambahan akan memberikan kontrol yang signifikan atau hanya formalitas belaka?
Bagaimana Skema Pembiayaan?
Salah satu aspek yang paling kritis adalah biaya akuisisi tambahan 10% saham ini. Bahlil menyatakan bahwa pemerintah sedang berupaya menegosiasikan harga yang minimal, bahkan berpotensi tanpa biaya sama sekali. "Kami berusaha agar harganya tidak membebani anggaran. Ada kemungkinan bahkan bisa gratis, tergantung hasil negosiasi dengan Freeport," ungkapnya.
Meskipun tawaran tanpa biaya terdengar menarik, skema ini memunculkan pertanyaan mengenai apa yang harus dipertaruhkan Indonesia dalam negosiasi. Kata “gratis” bisa berarti ada bentuk kompromi atau kesepakatan yang belum terbuka. Tanpa kejelasan, publik mungkin khawatir bahwa ada risiko tersembunyi di balik skema ini, yang nantinya bisa merugikan negara.
Tantangan dan Dampak Jangka Panjang
Rencana akuisisi ini menghadirkan peluang untuk memperkuat kendali atas sumber daya alam yang selama ini menjadi andalan ekspor. Namun, pemerintah perlu berhati-hati agar langkah ini tidak justru menjadi beban finansial atau memunculkan risiko operasional. Di sisi lain, peningkatan kendali pemerintah dalam perusahaan sebesar ini dapat menjadi bukti komitmen terhadap kemandirian sumber daya alam.
Ke depan, jika akuisisi ini berhasil, Indonesia harus memastikan pengelolaan PTFI yang lebih transparan, termasuk dalam aspek lingkungan, sosial, dan ekonomi. Langkah strategis ini tidak hanya mengincar peningkatan kepemilikan saham, tetapi juga harus menguatkan tata kelola tambang yang berkelanjutan bagi masyarakat dan negara.
Rencana ini menandai momen penting dalam upaya pemerintah meningkatkan kontrol atas sumber daya strategis. Namun, publik dan berbagai pihak akan terus menanti perkembangan negosiasi ini, berharap agar kepentingan nasional tetap menjadi prioritas utama.