Listrik Indonesia | PT Pertamina (Persero), perusahaan energi milik negara, mengambil langkah besar dalam pengembangan teknologi Carbon Capture Storage/Carbon Capture Utilization and Storage (CCS/CCUS) di Indonesia. Strategi ini dianggap sebagai upaya penting dalam mendukung target pemerintah untuk mengurangi emisi karbon dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% dalam beberapa dekade mendatang.
Oki Muraza, SVP Research & Technology Innovation Pertamina, mengungkapkan bahwa Pertamina mendukung penuh target pemerintah dalam mencapai net zero emission (NZE) pada tahun 2060 atau bahkan lebih cepat. Menurut Oki, teknologi CCS/CCUS memegang peran sentral dalam mewujudkan ambisi tersebut.
Ia menjelaskan bahwa Pertamina telah melakukan berbagai studi untuk mengidentifikasi potensi penyimpanan karbon di dalam negeri yang diperkirakan mencapai 7 gigaton CO2. Namun, ia juga menekankan bahwa pelaksanaan CCS di Indonesia memerlukan dukungan ekosistem yang kuat, dari mulai identifikasi sumber CO2, transportasi, hingga penyimpanan di dalam cekungan bawah tanah.
"Biaya penangkapan karbon masih menjadi tantangan besar bagi kita. Oleh karena itu, pengembangan kapasitas teknologi domestik menjadi fokus utama Pertamina saat ini," ujar Oki.
Sejumlah proyek CCS/CCUS yang telah berjalan di Pertamina, seperti pengembangan di Asri Basin di Jawa Bagian Utara serta proyek serupa di Lapangan Jatibarang dan Sukowati, menunjukkan komitmen perusahaan untuk menerapkan teknologi ini.
BACA JUGA: Dari COP29, Hashim Djojohadikusumo Pikat Pendanaan Hijau EUR 1,2 Miliar untuk Sektor Kelistrikan
Selain itu, Pertamina melihat Indonesia berpotensi menjadi pusat CCS regional di Asia Pasifik. Hal ini mengingat keterbatasan kapasitas penyimpanan karbon yang dimiliki oleh negara maju di kawasan, seperti Singapura, Korea, dan Jepang.
Namun, keberhasilan teknologi CCS di Indonesia bukan tanpa hambatan. Implementasinya memerlukan dukungan modal besar, teknologi yang canggih, infrastruktur yang memadai, serta kebijakan yang mendorong. Pemerintah Indonesia telah memulai langkah dengan menerbitkan Peraturan Presiden tahun 2024 untuk mendukung implementasi CCS dan perdagangan karbon.
Oki menekankan perlunya insentif fiskal guna membuat proyek ini layak secara ekonomi. "Kami memerlukan insentif dan dukungan internasional. Saat ini Pertamina sudah menjalin kemitraan strategis dengan beberapa mitra internasional untuk mewujudkan inisiatif CCS ini," jelasnya.
Muhammad Idris Sihite, Penasihat Senior untuk Perencanaan Strategis di Kementerian ESDM, menggarisbawahi pentingnya regulasi pemerintah yang sudah ada untuk mendukung langkah Pertamina. Menurut Sihite, teknologi CCS juga bisa menjadi solusi bagi industri migas nasional yang masih menjadi andalan bagi ekonomi, dengan tetap menjaga operasional sambil mengurangi emisi karbon.
“Potensi penyimpanan karbon Indonesia bisa mencapai 577,62 gigaton, dan ada lebih dari 15 kajian serta proyek CCS yang tersebar di berbagai cekungan migas nasional. Tetapi upaya ini membutuhkan kolaborasi yang kuat dalam hal pendanaan dan teknologi,” kata Sihite dalam panel di COP 29.
Meski optimis, kritik tetap muncul mengenai realisasi proyek CCS di Indonesia. Banyak yang mempertanyakan apakah fokus terhadap CCS yang menelan biaya besar ini sepadan dibandingkan dengan strategi pengurangan karbon lain yang lebih terjangkau dan ramah lingkungan, seperti energi terbarukan.
Selain itu, pengembangan CCS dinilai masih terlalu mengandalkan keterlibatan mitra internasional, yang dapat mempengaruhi independensi energi Indonesia.
