Listrik Indonesia | Pada tahun 1974, seorang insinyur muda dengan visi besar memutuskan untuk mengambil langkah berani. Ir. Tjahjadi Aquasa, dengan semangat dan keahliannya di bidang teknik, mendirikan PT Wisma Sarana Teknik. Tak disangka, langkah tersebut akan mengantarkan usaha yang dirintisnya menjadi salah satu pilar penting di industri kontraktor elektrikal dan mekanikal Indonesia.
Mendirikan perusahaan bukan hanya sekadar keinginan untuk menjadi seorang pebisnis bagi Tjahjadi, tetapi lebih didorong oleh hasratnya terhadap tantangan. Usaha yang ia rintis terus berkembang, dengan membuka berbagai cabang dan anak perusahaan. Setiap kali ia melihat potensi bisnis, ia menganggapnya sebagai sebuah tantangan yang harus dihadapi. Kecintaannya pada tantangan inilah yang membuatnya merasa sangat puas, bukan semata-mata untuk mencari keuntungan.
PT Wisma Sarana Teknik, awalnya bergerak di bidang kontraktor elektrikal mekanikal, mulai mengeksplorasi pemeliharaan trafo dan perdagangan pada tahun 1980. Tahun demi tahun berlalu, dan Wisma Sarana Teknik (WST) terus tumbuh seiring dengan berkembangnya infrastruktur di Indonesia. Mulai dari proyek- proyek sederhana, WST kini telah merambah ke proyek-proyek besar yang mendefinisikan industri kontraktor elektrikal mekanikal di tanah air.
Itulah awal ketika Tjahjadi membangun Wisma Group, yang berhasil melahirkan 20 perusahaan di berbagai bidang. Kini, pada usia 79 tahun, Tjahjadi menjabat sebagai Komisaris Utama. Perayaan ulang tahun emas pada 26 Juni 2024 dipenuhi dengan harapan dan kebanggaan. Pengalaman hidupnya diabadikan dalam buku biografi berjudul “Never Ending For Learning, Doing And Teaching”.
BACA JUGA: Satya W Yudha: Green Investing Kunci Transisi Energi Indonesia di COP 29
Ia telah merasakan tantangan dan kesuksesan dalam hidupnya. Bagi beliau, mencapai usia 50 tahun perusahaan dan terus berkembang adalah pencapaian luar biasa di Indonesia. Mengelola dan mempertahankan kerajaan bisnis tidaklah mudah; persaingan, teknologi, manajemen, dan regenerasi semuanya harus dipersiapkan dengan matang.
Ini adalah cerita menarik yang akan diutarakan oleh Ir. Tjahjadi Aquasa. Dari awal perjuangan hingga mencapai kesuksesan yang dikutip Majalah Listrik Indonesia edisi 99. Kisah perjuangan Tjahjadi ini tentunya untuk memberikan motivasi bagi generasi penerus bangsa.
Bisa diceritakan ketika Bapak memulai karir sebagai seorang profesional teknik elektro?
Saya lulus dari ITB dengan gelar Teknik Elektro. Sejak kecil, impian saya adalah menjadi seorang insinyur, yang berbeda dengan latar belakang profesi keluarga saya. Kakek saya bekerja sebagai bankir di Bank Escomptobank NV pada masa kolonial Belanda, sedangkan ayah saya adalah bankir di De Javasche Bank yang sekarang menjadi Bank Indonesia. Dua abang saya juga bekerja di bank swasta, salah satunya berperan penting dalam perkembangan Bank Surya.
Setelah lulus dari SMA Negeri 1 Budi Utomo, yang terkenal sebagai Boedoet di Jakarta, saya melanjutkan pendidikan di Institut Teknologi Bandung (ITB). Selama kuliah, saya aktif sebagai asisten dosen dan bertanggung jawab di laboratorium arus kuat, sesuai minat saya dalam ilmu eksakta dan prestasi akademis yang saya raih dari SD hingga SMA.
Setelah lulus dari ITB, saya bergabung dengan Astra namun hanya bertahan beberapa bulan. Saya memutuskan untuk keluar karena merasa tidak cocok dengan pekerjaan sebagai marketing alat berat yang tidak sesuai dengan latar belakang saya sebagai lulusan teknik elektro. Selain itu, saya ingin ditempatkan di Medan, yang juga menjadi pertimbangan saya. Selain itu, ada juga rencana untuk menikah karena saya dan kekasih saya sudah menjalin hubungan selama enam tahun.
Setelah itu, saya bergabung dengan PT Berca, perusahaan elektrikal-mekanikal. Di sana, saya memulai karir sebagai engineer air conditioning dan kemudian dipercaya untuk memimpin departemen listrik. Saya berhasil menyelesaikan beberapa proyek dengan baik, bahkan dipercaya untuk mengelola proyek besar PLN, yaitu proyek Bali Electrification pada tahun 1972.
BACA JUGA: PLN Butuh Dukungan Investasi untuk Capai Target EBT 75 GW
Lalu, seperti apa perjalanan Bapak mendirikan PT Wisma Sarana Teknik?
Singkat cerita, departemen listrik yang saya pimpin berkembang pesat. Karena saya gemar tantangan, saya mengajukan proposal untuk menjadi salah satu direksi di perusahaan itu. Namun, usul saya ditolak oleh atasan. Saya mencoba lagi dengan usulan untuk membentuk perusahaan baru, namun juga tidak berhasil. Di usia 28 tahun, saya merasa sudah saatnya untuk memiliki usaha sendiri. Akhirnya, saya memutuskan untuk mengundurkan diri dari PT Berca.
Pada 20 Juni 1974, saya mendirikan perusahaan yang tercatat di Akta Notaris bersifat sementara. Perusahaan sudah berdiri, namun belum memiliki proyek. Saat itu, saya masih tinggal di rumah sewa dan memiliki seorang bayi yang baru lahir (Maria Magdalena Irena atau Iren). Meskipun demikian, saya nekat menyewa kantor kecil di daerah Pintu Air Lima, Pasar Baru.
Tidak lama kemudian, datanglah proyek pertama kami, yaitu pengerjaan pabrik furniture di Pulo Gadung dalam proyek joint venture antara Jepang dan Indonesia. Pihak Jepang meminta referensi dari PLN untuk kontraktor kelistrikan yang berpengalaman di Indonesia, dan perusahaan saya dipilih untuk melaksanakan proyek tersebut.
Saat itu, perusahaan saya mendapat uang muka proyek sebesar 20%. Sayangnya, perusahaan baru ini tidak memiliki jaminan bank, dan nama perusahaan sementara itu ditolak oleh Kementerian Kehakiman pada masa itu. Akhirnya, kami harus mengubah nama menjadi PT Wisma Sarana Teknik, yang masih berdiri hingga hari ini.
Namun, berkat kemampuan saya dalam mempresentasikan portofolio proyek yang telah saya kerjakan, pihak Jepang pun percaya pada kemampuan saya. Proyek berjalan dengan baik, dan perusahaan berhasil meraih keuntungan yang fantastis. Karena saya gila tantangan, dalam tahun-tahun berikutnya saya mendirikan lebih dari 20 perusahaan yang bergerak di berbagai bidang. Saya bisa mengatakan bahwa menjadi pebisnis adalah sebuah kecelakaan atau kebetulan, karena saya tidak memiliki latar belakang formal di bidang ini. Saya hanya suka menantang diri sendiri.
Bagaimana Pak Tjahjadi menyiapkan generasi Bapak?
Kedua anak saya, Iren dan Doni, seperti saya juga memiliki minat dalam ilmu keteknikan. Meskipun demikian, saya berharap setidaknya salah satu dari mereka bisa memilih jalur pendidikan bisnis atau memiliki pemahaman yang mendalam tentang manajemen perusahaan. Namun, Iren memilih Teknik Elektro dan Doni memilih Teknik Mesin, keduanya lulus dari universitas di Amerika. Mereka sudah mengenal usaha saya sejak kecil, sehingga tidak mengherankan lagi bagi mereka.
Saya bangga melihat mereka berdua memulai karir dari bawah, dimulai sebagai karyawan, dan kini mereka ingin membantu saya mengembangkan usaha yang telah saya dirintis. Selain anak saya, saya juga telah membangun tim karyawan yang handal di bidang masing-masing, bahkan ada yang kami karyawan karena kinerjanya yang luar biasa.
Pesan apa yang ingin sampaikan dalam buku biografi Bapak?
Pesan buku ini, khususnya untuk generasi muda, adalah untuk terus berkarya dan bekerja, hidup teratur dan seimbang. Keberhasilan saya dalam membangun kerajaan bisnis Wisma Group ini berkat filosofi yang saya pegang teguh hingga kini: terus belajar, berkarya, mengajar, dan membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang.
Buku berjudul “Never Ending For Learning, Doing And Teaching” saya bagikan pada hari ulang tahun perusahaan yang ke-50, dan rencananya akan disebarluaskan di toko-toko buku. Semoga buku ini memberikan manfaat bagi banyak orang.