Listrik Indonesia | Peluang pemanfaatan energi baru terbarukan disinyalir akan semakin terbuka di era pemerintahan Presiden Prabowo Subianto. Sejumlah sinyal positif bahwa Prabowo akan mempercepat transisi energi dari energi fosil ke energi terbarukan semakin jelas arahnya.
Pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di Rio de Janeiro, Brasil, pada 19 November lalu, misalnya, orang nomor satu Indonesia ini menebarkan optimismenya terhadap transisi energi. Dikatakannya bahwa Indonesia akan mencapai target karbon netral (net zero) sebelum 2050 sebagai kontribusi untuk menurunkan suhu global.
Dengan perkembangan tersebut, ke depan, tren energi terbarukan di Indonesia akan menjadi peluang bisnis yang menjanjikan. Tapi bagaimana pengusaha lokal dan industri lokal dapat memanfaatkannya?
Fajar Sastrowijoyo, Presiden Direktur Syntek Energy & Control mengungkapkan bahwa orang Indonesia sendiri belum sepenuhnya memercayai produk lokal, khususnya di sektor energi terbarukan.
“Saya ingin menyoroti soal kepercayaan. Orang kita ini ada paradigma bahwa kalau barang lokal itu kurang bagus. Kami mengalami sendiri di mana produk kami lebih bagus, servis lebih baik, harga lebih murah, tapi masyarakat kita tetap lebih condong untuk memakai barang impor,” jelas Fajar.
Syntek saat ini mengambil segmentasi pasar di produk energi terbarukan. Khususnya automation di Solar PV (photovoltaic). Syntek juga memiliki satu produk unggulan yang diciptakannya yang disebut energy management system (EMS).
“EMS ini adalah device di sistem hybrid atau microgrid yang tugasnya mengatur power flow dan energy flow, dari sumber2 yang ada seperti solar PV, battery, dan diesel,” terang Fajar. EMS adalah otak dari hybrid micro system. Boleh dibilang, tana EMS maka sistem tidak bisa beroperasi dengan efisien.
Fajar mengakui bahwa Syntek menciptakan EMS karena melihat bahwa Indonesia memiliki ribuan pulau dan banyak yang masih menggunakan sistem genset sebagai sumber energi listrik. Sementara jika disambung ke grid (jaringan listrik) besar, membutuhkan biaya yang mahal.
“Jadi salah satu solusinya adalah pakai microgrid yang isinya PV, battery, dan diesel sebagai backup,” ujarnya. Ia juga menjelaskan bahwa komponen paling penting dalam microgrid adalah EMS, yang saat ini diproduksi oleh Syntek.
Saat in Syntek memiliki keahlian di bidang sistem automation dan power system terkait EMS tersebut. “Kami memiliki keduanya dan kami sudah banyak pengalaman baik di PLN, IPP, dan juga wilus (wilayah usaha) lainnya,” terang Fajar.
Dengan pengalaman tersebut, Syntek, kata Fajar, cukup PD (percaya diri) dan berani mengembangkan sistem EMS tersebut.“Market-nya ada, kapabilitasnya ada,” katanya.
Terakhir, Fajar mengungkapkan bahwa EMS ini adalah satu sistem yang custom, yang setiap microgrid itu harus di-tunning atau diprogram agar performanya optimal. “Untuk equipment diproduksi dalam negeri, dan itu bisa lebih cepat dan kompetitif harganya daripada beli custom dari luar,” terang Master of Science di bidang Electrical Engineering dari Korea Selatan ini.