Listrik Indonesia | Polemik subsidi bahan bakar minyak (BBM) kembali mencuat, menyulut keresahan di kalangan masyarakat, terutama pengemudi ojek online (ojol). Narasumber kami, Unan, seorang pengemudi ojol asal Jakarta Barat, dengan lantang menyuarakan keluh kesahnya tentang distribusi subsidi BBM.
"Kendaraan kami ini dipakai buat kerja, buat cari makan. Tapi malah disuruh pakai Pertamax (BBM non subsidi), sementara mobil-mobil mewah masih bisa pakai Pertalite," ujar Unan dengan nada kesal.
Keluhan Unan tidak datang tanpa alasan. Baru-baru ini, sebuah video viral di media sosial memperlihatkan mobil mewah Toyota Alphard mengisi BBM bersubsidi jenis Pertalite di salah satu SPBU. Video yang diunggah oleh akun TikTok @kawalsubsidi ini menunjukkan seorang petugas SPBU mengisi tangki mobil mewah tersebut dengan Pertalite, dengan alasan bahwa mobil itu telah terdaftar di aplikasi My Pertamina.
"Plat nomor sudah terdaftar, jadi boleh," ujar petugas SPBU dalam video, yang langsung memicu gelombang kritik dari warganet. Banyak yang mempertanyakan bagaimana kendaraan berharga miliaran rupiah bisa menikmati subsidi yang seharusnya diperuntukkan bagi masyarakat kurang mampu.
Subsidi untuk Siapa?
Bahlil Lahadalia, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), sebelumnya menyatakan bahwa pemerintah masih memfinalisasi skema subsidi energi. Namun, bagi para pengemudi ojol seperti Unan, isu ini lebih dari sekadar teknis kebijakan. Subsidi BBM adalah kebutuhan yang menentukan kelangsungan hidup mereka.
"Kalau ojol beli BBM, kita nggak pernah ngutang. Jadi jangan pernah bilang ojol merugikan negara," tegas Unan.
Bagi Unan, sepeda motor adalah tulang punggung ekonomi keluarga. Setiap liter BBM yang ia beli, ia hitung dengan cermat, karena langsung berdampak pada pendapatan harian. Namun, dengan skema subsidi yang tidak jelas, para pengemudi ojol kerap merasa seperti korban dari ketidakadilan sistemik.
"Bayangkan saja beban kami: harus beli susu untuk anak, bayar sekolah, lunasi cicilan, ditambah lagi kabarnya PPN mau naik. Sekarang muncul isu subsidi energi bakal dialihkan. Kalau pun diganti jadi BLT, cairnya berapa bulan sekali, dan jumlahnya, ya, berapa sih yang bisa kita terima?"
Pemerintah memang berada dalam posisi sulit. Di satu sisi, mereka berupaya memastikan subsidi tepat sasaran. Di sisi lain, pengawasan dan implementasi yang kurang ketat membuat kebijakan ini sering disalahgunakan.
Bagi pengemudi ojol seperti Unan, harapan mereka sederhana: subsidi BBM benar-benar diperuntukkan bagi mereka yang membutuhkan, bukan bagi pemilik kendaraan mewah.
"Subsidi itu buat rakyat kecil. Kami nggak butuh janji, kami butuh keadilan itu yang kami harapkan dari pemerintahan Pak Prabowo," pungkas Unan, sebelum kembali memacu motornya untuk mengejar orderan berikutnya.