Listrik Indonesia | Dunia dihadapkan pada potensi eskalasi perang nuklir akibat konflik Rusia-Ukraina dan ketegangan di Timur Tengah. Masyarakat Ilmuwan dan Teknolog Indonesia (MITI) mendesak Presiden Prabowo Subianto segera merumuskan sistem kedaruratan nuklir nasional untuk melindungi kepentingan dan keselamatan rakyat Indonesia.
Anggota Dewan Pengarah MITI, Rohadi Awaludin, menyoroti doktrin baru yang ditandatangani Presiden Rusia Vladimir Putin pada 19 November 2024. Doktrin bertajuk The Basic Principles of State Policy of the Russian Federation on Nuclear Deterrence itu memuat ancaman penggunaan senjata nuklir terhadap negara yang dianggap mengancam kedaulatan Rusia.
"Ini adalah sinyal bahaya bagi dunia. Indonesia harus segera mempersiapkan langkah mitigasi untuk menghadapi segala kemungkinan buruk, termasuk dampak perang nuklir," tegas Rohadi.
Belajar dari Sejarah: Sistem Nuklir Indonesia Era Soekarno
Rohadi mengingatkan bahwa Indonesia pernah mengambil langkah strategis di era Presiden Soekarno. Pada 1958, pemerintah membentuk Lembaga Tenaga Atom Nasional (cikal bakal BATAN) untuk mengantisipasi dampak uji coba nuklir di kawasan Pasifik.
"Keputusan itu menunjukkan pentingnya kesiapan menghadapi ancaman nuklir, bahkan saat Indonesia belum terlibat langsung dalam konflik global," ujar Rohadi.
Namun, sejak disahkannya UU No. 10 Tahun 1997, tanggung jawab ketenaganukliran terpisah menjadi dua lembaga: BAPETEN sebagai badan pengawas dan BATAN sebagai badan pelaksana. Struktur organisasi ini memungkinkan respons cepat terhadap ancaman nuklir.
Bangkitkan Kembali BATAN yang Mandiri dan Lincah
Rohadi menekankan perlunya pembentukan kembali BATAN sebagai badan mandiri untuk memperkuat sistem kedaruratan nuklir nasional. Dengan kecepatan dan kemampuan teknisnya, BATAN mampu melakukan identifikasi dini serta mitigasi bahaya nuklir secara efektif.
"Dalam kondisi darurat, waktu adalah kunci. Sistem ini harus melibatkan BAPETEN di garis depan dengan dukungan teknis penuh dari BATAN," tegas Rohadi.
Langkah ini, menurut Rohadi, bukan hanya strategi keamanan, tetapi juga bentuk tanggung jawab pemerintah melindungi rakyat dari ancaman global. "Ini bukan sekadar reaksi, melainkan langkah proaktif yang mendukung tujuan nasional kita," tutupnya.