Listrik Indonesia | Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dadan Kusdiana, mengonfirmasi bahwa hingga saat ini pihaknya belum menerima pengajuan resmi terkait relaksasi izin ekspor konsentrat tembaga dari PT Freeport Indonesia (PTFI).
"Kalau secara formal, belum ada," ungkap Dadan saat ditemui di kantor Kementerian ESDM, Jumat (3/1/2024).
Sementara itu, di hari yang sama, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Tony Wenas, terlihat mengunjungi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Berdasarkan informasi, pertemuan tersebut membahas perkembangan terkini smelter PTFI di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Gresik, yang hingga kini belum dapat beroperasi secara optimal.
"Beliau bisa menyampaikan hal-hal terkait aspek ekonomi, mungkin itu yang dibahas," tambah Dadan saat dimintai tanggapan mengenai kunjungan tersebut.
Kendala Operasional Smelter Gresik
Tony Wenas sebelumnya menjelaskan bahwa pengajuan izin ekspor kembali dilakukan karena fasilitas smelter, khususnya pabrik asam sulfat di KEK Gresik, mengalami gangguan serius akibat insiden kebakaran pada Oktober 2024. Hingga kini, fasilitas tersebut belum dapat beroperasi normal.
"Smelter kami mengalami kecelakaan, sehingga harus dihentikan sementara untuk perbaikan. Kami membutuhkan fleksibilitas agar bisa tetap mengekspor konsentrat hingga smelter kembali beroperasi penuh di 2025," ujar Tony dalam acara Indonesia Mining Summit pada Desember 2024.
Progres Smelter: Izin Ekspor Belum Jelas
Deputi Bidang Koordinasi Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Koordinator Perekonomian, Elen Setiadi, mengungkapkan bahwa smelter PTFI di Gresik baru akan mencapai tahap awal produksi atau ramp-up sekitar Juli 2025.
"Sesuai laporan yang kami terima, smelter baru bisa ramp-up 40% dari kapasitas maksimalnya, yaitu 1,7 juta ton per tahun," jelas Elen.
Kondisi ini membuat target operasi penuh smelter pada akhir 2024 kembali meleset, meskipun janji tersebut sebelumnya sering disampaikan oleh Freeport dan pemerintah.
Meski smelter baru belum beroperasi, aktivitas penambangan di Papua tetap berjalan normal. Hal ini menyebabkan adanya potensi kelebihan produksi konsentrat, karena kapasitas smelter yang ada saat ini tidak mencukupi.
"Izin ekspor konsentrat baru masih dalam pembahasan. Kami menunggu keputusan pemerintah," kata Tony.
Hingga kini, izin ekspor konsentrat dari Freeport telah berakhir pada 31 Desember 2024. Meskipun begitu, pemerintah dinilai memiliki kecenderungan memberikan kelonggaran kepada Freeport, mengingat kontribusi perusahaan ini terhadap ekonomi nasional. (KDR)
