Listrik Indonesia | Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira Adhinegara, menegaskan bahwa keputusan pemerintah untuk menghentikan ekspor tembaga mentah pada 2025 sudah tepat. Menurutnya, berdasarkan UU Minerba No. 4 Tahun 2009, PT Freeport Indonesia dan perusahaan tambang lainnya sudah diberi cukup waktu untuk mempersiapkan fasilitas smelter. Oleh karena itu, kini saatnya untuk menjalankan hilirisasi tembaga secara konsisten.
Saat ini, kapasitas produksi smelter tembaga di dalam negeri belum mencapai angka 100% pada akhir 2024. Selain itu, smelter tembaga di Kawasan Ekonomi Khusus Java Integrated and Industrial Port Estate (KEK JIIPE) di Gresik, Jawa Timur, juga belum sepenuhnya beroperasi pada Januari 2025. Insiden kebakaran di pabrik smelter Gresik menjadi perhatian penting yang harus dievaluasi.
Namun, Bhima menegaskan, kekurangan tersebut bukan alasan untuk membuka kembali ekspor konsentrat tembaga. "Bukan alasan ekspor konsentrat dibuka kembali," ujarnya dalam pernyataan resmi, Selasa (14/01/2024).
Dalam kesempatan yang sama, Bhima juga menyampaikan prediksi terkait kebutuhan investasi Indonesia pada sektor energi. Pada 2040, diperkirakan Indonesia memerlukan investasi sebesar Rp97,8 triliun (US$6 miliar) untuk pengembangan Battery Energy Storage System (BESS) dengan kapasitas 32 GWh. Meskipun tembaga dan aluminium tidak menjadi bahan utama dalam reaksi penyimpanan energi baterai (seperti lithium atau nikel), keduanya memiliki peran penting dalam struktur, pengkabelan, dan efisiensi sistem penyimpanan energi secara keseluruhan.
Melihat potensi besar di sektor ini, pemerintah terus memperbarui regulasi, mempercepat pembangunan smelter, dan melarang ekspor bijih mentah. Harapannya, hilirisasi bisa menjadi mesin pertumbuhan ekonomi yang memanfaatkan keunggulan komparatif Indonesia, membawa negara ini sejajar dengan negara-negara industri maju.
Sebagai respons terhadap wacana pembukaan kembali ekspor konsentrat, CELIOS merilis laporan bertajuk "Nexus Ambisi Nilai Tambah dan Tata Kelola Hilirisasi Tembaga Bauksit di Indonesia." Laporan ini membahas tantangan dalam hilirisasi tembaga dan bauksit, serta isu lingkungan dan pendanaan di kawasan hilirisasi dua komoditas strategis tersebut.
