Listrik Indonesia | Kinerja keuangan PT Vale Indonesia Tbk mengalami tekanan akibat harga nikel matte global yang terus melemah dalam dua tahun terakhir. Direktur Utama Vale, Febriany Eddy, mengungkapkan bahwa setiap penurunan harga sebesar seribu dolar AS per ton berdampak pada berkurangnya laba bersih hingga USD 70 juta.
"Saat ini, satu-satunya produk yang kami jual adalah nikel matte, sehingga kinerja keuangan kami sangat bergantung pada harga pasar global. Sayangnya, harga nikel matte terus menurun tajam," ujar Febriany dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Kamis (13/3/2025).
Menurutnya, harga rata-rata nikel pada 2023 masih berada di kisaran USD 23 ribu per ton, namun pada 2024 turun menjadi USD 17 ribu per ton. Tahun ini, harga diperkirakan kembali turun ke level USD 15 ribu per ton.
Dampak Langsung pada Pendapatan dan Laba
Akibat anjloknya harga nikel, pendapatan Vale mengalami koreksi cukup tajam. Sepanjang 2024, pendapatan tercatat turun 22,9% dari USD 1,23 miliar pada 2023 menjadi USD 950 juta. Laba bersih pun merosot 78,9%, dari USD 274 juta menjadi hanya USD 58 juta.
Penurunan ini turut berdampak pada EBITDA, yang pada 2024 tercatat sebesar USD 226 juta, turun 54,8% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai USD 477 juta. Selain itu, unit cash cost of sales juga mengalami penurunan sebesar 6,6%, dari USD 10.034 per ton pada 2023 menjadi USD 9.374 per ton pada 2024.
Upaya Efisiensi di Tengah Ketidakpastian Harga
Febriany menegaskan bahwa meskipun harga global di luar kendali perusahaan, Vale tetap berupaya meningkatkan efisiensi dan produktivitas.
"Yang bisa kami kendalikan adalah operasional dan efisiensi. Produksi dan volume penjualan nikel matte terus meningkat, sementara unit cash cost berhasil ditekan dari USD 11.000 ke USD 10.000, bahkan terakhir mencapai USD 9.000. Namun, tetap saja, fluktuasi harga nikel global sangat mempengaruhi kinerja keuangan kami," pungkasnya.(KDR)
