Listrik Indonesia | Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Yuliot Tanjung, membantah kabar yang menyebutkan bahwa kenaikan royalti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Penjualan Hasil Tambang (PHT) mineral dan batu bara (minerba) akan diberlakukan mulai 15 Maret 2025. Menurutnya, regulasi yang mengatur kebijakan tersebut masih dalam tahap pembahasan dan belum diterbitkan.
"Enggak benar, Peraturan Pemerintah (PP)-nya saja belum terbit," ujar Yuliot di Kementerian ESDM, Jumat (14/3/2025).
Rencana penyesuaian tarif royalti ini tengah dikaji oleh beberapa kementerian, termasuk Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM, serta Kementerian Sekretariat Negara. Pemerintah berencana merevisi PP No. 26 Tahun 2022 yang mengatur mineral dan PP No. 15 Tahun 2022 yang mengatur batu bara.
Salah satu poin utama dalam revisi aturan ini adalah penyesuaian tarif royalti berdasarkan harga global serta kadar kualitas komoditas minerba. Dengan skema ini, tarif yang dikenakan kepada perusahaan tambang akan lebih fleksibel dan mencerminkan kondisi pasar.
Yuliot memastikan bahwa revisi aturan tersebut tidak akan merugikan pelaku usaha. Sebaliknya, kebijakan ini diklaim dapat memberikan kepastian hukum bagi perusahaan tambang sekaligus meningkatkan pendapatan negara dari sektor minerba.
"Kita cari solusi yang seimbang. Pelaku usaha tetap mendapat kepastian dalam berusaha, sementara negara tetap memperoleh pendapatan dari kegiatan pertambangan, khususnya dalam skema Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B)," tutupnya.
Meski demikian, belum ada kepastian kapan regulasi baru ini akan diberlakukan. Pemerintah diharapkan tidak hanya mempertimbangkan dampak terhadap penerimaan negara, tetapi juga bagaimana kebijakan ini akan berpengaruh terhadap daya saing industri tambang nasional di tengah fluktuasi harga komoditas global.(KDR)
