Kisah Teuku Markam, Dermawan Aceh Penyumbang Emas untuk Monas

Kisah Teuku Markam, Dermawan Aceh Penyumbang Emas untuk Monas
Teuku Markam

 Listrik Indonesia | Monumen Nasional (Monas) telah lama menjadi simbol kebangkitan dan persatuan bangsa Indonesia. Namun, di balik kemegahannya, ada kisah seorang tokoh yang jarang disebut dalam sejarah, meski memiliki peran besar dalam pembangunan monumen ikonik ini. Dialah Teuku Markam, seorang pengusaha asal Aceh yang dikenal karena kemurahan hatinya, termasuk sumbangan emas seberat 28 kilogram untuk melapisi puncak Monas. Sayangnya, hidupnya berakhir tragis di era Orde Baru. 

Perjalanan Hidup: Dari Anak Yatim ke Pengusaha Sukses 

Teuku Markam lahir di Alue Campli, Seunuddon, Aceh Utara. Kehidupannya penuh tantangan sejak kecil menjadi yatim piatu di usia dini dan diasuh oleh kakaknya, Cut Nyak Putroe. Pendidikan formalnya hanya sampai kelas empat sekolah rakyat, tetapi keterbatasan ini tidak menghalangi tekadnya untuk meraih kesuksesan. 

Ketangguhan dan semangat juangnya membawanya ke dunia militer, di mana ia mengikuti pendidikan wajib militer di Koetaradja (Banda Aceh). Keberaniannya dalam pertempuran melawan penjajah bahkan membuatnya dekat dengan tokoh penting seperti Jenderal Gatot Soebroto. 

Namun, kehidupan membawanya ke jalur baru di tahun 1957 ketika ia terjun ke dunia bisnis. Dengan mendirikan PT. Karkam (Kulit Aceh Raya Kapten Markam), ia merintis usaha yang berkembang pesat, dari ekspor karet hingga impor barang strategis seperti mobil dan besi beton. Keberhasilannya menjadikannya salah satu pengusaha pribumi paling berpengaruh di era Presiden Soekarno. 

Emas untuk Monas: Kontribusi Tak Terlupakan 

Dalam semangat membangun identitas bangsa pasca-kemerdekaan, Presiden Soekarno menggagas Monas sebagai simbol kebesaran Indonesia. Teuku Markam pun turut berkontribusi dengan menyumbangkan 28 kilogram emas untuk melapisi puncaknya. Meski ada perdebatan seputar sumbangan ini, perannya dalam pembangunan Monas tetap menjadi bukti nyata kecintaannya pada Tanah Air. 

Kejatuhan di Era Orde Baru 

Namun, kejayaan Teuku Markam tak bertahan lama. Kedekatannya dengan Soekarno menjadikannya sasaran tuduhan di awal pemerintahan Orde Baru. Pada 1966, ia dituduh terlibat dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) dan korupsi tanpa bukti yang jelas. Tanpa proses hukum yang adil, ia dipenjara selama hampir satu dekade. 

Selama masa tahanannya, aset-asetnya disita, termasuk perusahaan-perusahaan yang ia bangun dengan susah payah. Tuduhan yang menimpa bukan hanya merampas hartanya, tetapi juga menghancurkan nama baiknya sebagai pengusaha pribumi yang telah berkontribusi besar bagi negeri. 

Warisan yang Terus Dikenang 

Setelah dibebaskan pada tahun 1974, Teuku Markam mencoba kembali ke dunia bisnis dengan mendirikan PT. Marjaya. Namun, bayang-bayang masa lalunya sulit dihapus, dan ia tak pernah benar-benar bangkit seperti sebelumnya. Ia meninggal dunia di Jakarta pada 1985, meninggalkan kisah hidup yang penuh dengan perjuangan, keberanian, dan ketidakadilan. 

Meskipun namanya belum sepenuhnya direhabilitasi dalam sejarah resmi, kontribusinya dalam pembangunan bangsa, terutama Monas, tidak bisa disangkal. Kisah Teuku Markam menjadi pengingat bahwa perjalanan sejarah tidak selalu adil bagi mereka yang berjasa. Namun, semangatnya dalam membangun Indonesia tetap menjadi inspirasi bagi generasi berikutnya.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Emas

Index

Berita Lainnya

Index