Listrik Indonesia | Pemerintah berencana membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada tahun 2035. Namun, langkah ini dinilai perlu dibarengi dengan penataan serius terhadap kelembagaan ketenaganukliran yang ada saat ini.
Hal tersebut disampaikan Anggota DPR RI, Mulyanto, dalam sambutannya pada perayaan ulang tahun ke-30 Himpunan Masyarakat Nuklir Indonesia (HIMNI), yang digelar Minggu (27/4/2025) di Jakarta. Ia menekankan, penataan kelembagaan ini sangat krusial karena menjadi fondasi penting bagi pengelolaan sumber daya manusia (SDM) di bidang nuklir.
Mulyanto mengingatkan bahwa Undang-Undang Ketenaganukliran mengatur adanya tiga lembaga utama, yaitu Badan Pelaksana (BATAN), Badan Pengawas (Bapeten), dan Majelis Pertimbangan Tenaga Nuklir (MPTN). Namun, saat ini hanya Bapeten yang masih berfungsi. Sementara itu, BATAN telah dilebur ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan MPTN bahkan belum dibentuk hingga kini.
“Kalau ingin serius membangun PLTN, maka jangan sampai urusan kelembagaan ini diabaikan. Rumah bagi SDM nuklir harus jelas,” tegas Mulyanto.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa pengadaan PLTN tahap awal kemungkinan besar akan melibatkan teknologi dari luar negeri. Namun, ke depan, Indonesia perlu menyiapkan diri untuk membangun PLTN secara mandiri.
Dari sisi teknologi, Mulyanto menilai, PLTN pertama yang akan dibangun harus menggunakan teknologi yang sudah terbukti matang dan memiliki standar keamanan tinggi. Ia menolak penggunaan reaktor jenis eksperimental untuk proyek perdana ini.
Soal kapasitas, menurut Mulyanto, ukuran daya PLTN sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan operasional beban dasar (base load) listrik nasional, yang selama ini banyak dipenuhi oleh pembangkit berbahan bakar batubara. Dengan demikian, kapasitas ideal PLTN yang dibangun berkisar pada angka 1.000 megawatt (MW).
Mulyanto juga menyarankan agar pengelolaan PLTN pertama dilakukan oleh PT PLN (Persero). Dengan begitu, proses transfer pengetahuan dan pembelajaran akan lebih mudah dilakukan. Meski begitu, ke depan kerja sama dengan swasta tetap terbuka lebar.
Sebagai informasi, transisi energi dari sumber fosil menuju energi baru dan terbarukan (EBET) telah menjadi bagian dari Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, yang juga menjabat Ketua Harian Dewan Energi Nasional (DEN), menyampaikan bahwa pembangunan PLTN pertama di Indonesia ditargetkan mulai berjalan pada rentang 2030 hingga 2032.
