Mengapa Indonesia Serius Melirik Energi Nuklir? Ini Alasannya

Mengapa Indonesia Serius Melirik Energi Nuklir? Ini Alasannya
Ilustrasi PLTN

Listrik Indonesia | Energi nuklir kembali menjadi pembahasan hangat di Indonesia. Setelah sekian lama hanya sekadar wacana, kini pemerintah mulai menaruh perhatian serius pada pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) sebagai bagian dari peta jalan energi masa depan.

Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN), Dadan Kusdiana, mengungkapkan bahwa ada sejumlah alasan kuat mengapa Indonesia kini percaya diri melangkah ke arah pengembangan energi nuklir. Salah satunya, PLTN dinilai mampu menjadi penyangga sistem kelistrikan nasional berkat kemampuannya beroperasi terus-menerus selama 24 jam dengan tingkat keandalan yang sangat tinggi.

"PLTN bisa menjadi baseload system dengan kapasitas besar. Hampir seluruh PLTN di dunia mencatatkan faktor kapasitas di atas 90%, rata-rata 91-92%, dan ini sudah terbukti stabil beroperasi nonstop," ujar Dadan saat rapat bersama Komisi XII DPR RI di Jakarta, Rabu (30/4/2025).

Selain andal, energi nuklir juga dikenal ramah lingkungan. Tidak menghasilkan emisi karbon, sehingga sangat sejalan dengan ambisi Indonesia untuk menurunkan emisi dan beralih ke energi bersih. "Ini sumber energi bersih, tanpa emisi karbon," tegasnya.

Memang, investasi awal untuk membangun PLTN tergolong besar. Namun, Dadan menyebut bahwa biaya operasionalnya justru sangat efisien dalam jangka panjang. Bahkan, secara keekonomian, PLTN dinilai kompetitif jika dibandingkan dengan pembangkit batu bara (PLTU) yang selama ini menjadi andalan di dalam negeri. "Dari sisi biaya, sebenarnya sangat bersaing," katanya.

Kebutuhan energi yang terus tumbuh pesat juga menjadi alasan lain mengapa Indonesia perlu menjajaki nuklir. Berdasarkan simulasi yang dilakukan DEN bersama Kementerian ESDM, PLTN diproyeksikan bisa menjadi solusi untuk memenuhi lonjakan permintaan listrik nasional. Menariknya, hasil survei menunjukkan mayoritas masyarakat Indonesia mendukung pengembangan nuklir. "Pada 2016, sekitar 77,5% masyarakat menyatakan setuju PLTN dibangun. Tahun berikutnya, angkanya tetap tinggi, dan di Kalimantan Barat bahkan dukungannya mencapai 88%," ungkap Dadan.

Dari sisi kesiapan sumber daya manusia, Indonesia pun dinilai tak ketinggalan. Pengalaman mengelola teknologi nuklir sudah ada sejak lama lewat tiga reaktor riset yang berlokasi di Yogyakarta, Bandung, dan Serpong. Meski belum digunakan untuk pembangkit listrik, infrastruktur ini menunjukkan bahwa Indonesia punya bekal yang kuat. Ribuan tenaga ahli nuklir pun telah disiapkan melalui BRIN, BAPETEN, serta lewat kolaborasi dengan negara-negara seperti Jepang, Korea Selatan, dan Rusia.

Dari sisi regulasi, dukungan terhadap energi nuklir kini semakin kuat. Dalam draf terbaru Kebijakan Energi Nasional (KEN), nuklir sudah tidak lagi diposisikan sebagai opsi terakhir. Kini, ia sejajar dengan sumber energi baru terbarukan lain. Pemerintah menargetkan PLTN pertama bisa beroperasi pada 2032, dengan kapasitas total mencapai 45-54 GW pada 2060 angka yang nyaris menyamai kapasitas listrik nasional saat ini.

"Kalau targetnya tercapai, kapasitas listrik dari nuklir di tahun 2060 akan setara dengan seluruh listrik yang kita hasilkan saat ini," tutup Dadan.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#Nuklir

Index

Berita Lainnya

Index