Banyak yang Belum Tahu, Nilai Impor BBM Singapura Hampir 200 Triliun

Banyak yang Belum Tahu, Nilai Impor BBM Singapura Hampir 200 Triliun
Kapal Tanker Pertamina. (Dok: @pertamina1solution)

Listrik Indonesia | Pemerintah tengah mempersiapkan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada impor Bahan Bakar Minyak (BBM) dari Singapura. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan rencana pengalihan sebagian impor BBM ke Amerika Serikat. Langkah ini merupakan bagian dari strategi diplomasi dagang Indonesia dalam menyikapi kebijakan tarif tinggi dari Presiden Amerika Serikat, Donald Trump.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia mengimpor BBM jenis Petroleum Products, Refined dari Singapura dengan volume mencapai 15.072.544.366 kilogram sepanjang Januari hingga Desember 2024. Nilai impor tersebut tercatat sebesar US$ 11.404.019.938, yang jika dikonversikan dengan kurs saat ini Rp16.560 per dolar, setara dengan sekitar Rp188,85 triliun.

Untuk bulan Desember saja, volume impor BBM dari Singapura tercatat sebesar 1.540.616.003 kilogram, dengan nilai US$ 1.063.198.851 atau setara dengan sekitar Rp17,6 triliun.

Bahlil menyampaikan bahwa dalam waktu enam bulan mendatang, pemerintah menargetkan pengalihan impor BBM dari Singapura ke negara lain dapat mulai berjalan. Pertamina, sebagai BUMN sektor energi, kini tengah mempersiapkan pembangunan dermaga berkapasitas besar guna mendukung kebutuhan logistik kapal-kapal pengangkut energi dari negara tujuan baru.

"Ya, sebagian lah. Kan kita sudah mempunyai perjanjian dengan Amerika. Salah satu di antara yang kita tawarkan itu adalah, kita harus membeli beberapa produk dari mereka. Di antaranya adalah BBM, crude, dan LPG," ujar Bahlil di Gedung Kementerian ESDM, Rabu (14/5/2025).

Ia juga mengungkapkan bahwa Singapura selama ini menjadi asal impor BBM terbesar Indonesia dengan porsi sekitar 54%. Selama menjabat sebagai Menteri ESDM, Bahlil telah melakukan evaluasi atas kebijakan impor energi, khususnya terkait efektivitas dan efisiensi harga.

"Setelah saya cek, kok harganya sama dibandingkan dengan dari negara Middle East. Ya, kalau begitu kita mulai berpikir bahwa mungkin, bukan kata mungkin lagi nih, sudah hampir pasti kita akan mengambil minyak dari negara lain yang bukan dari negara itu," tambahnya.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#BBM

Index

Berita Lainnya

Index