Mengulas Skema Co-Firing di PLTU, Jalan Tengah Menuju Energi Lebih Bersih

Mengulas Skema Co-Firing di PLTU, Jalan Tengah Menuju Energi Lebih Bersih
PLTU Paiton. (Dok: PLN)

Listrik Indonesia | Dalam upaya menekan emisi dari sektor pembangkitan listrik, pemerintah dan PLN mengembangkan pendekatan yang cukup strategis: co-firing. Teknologi ini memungkinkan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) tetap beroperasi dengan batu bara, namun sebagian bahan bakarnya digantikan oleh biomassa. Tujuannya jelas, yaitu mengurangi ketergantungan pada energi fosil sambil memanfaatkan sumber daya lokal yang lebih ramah lingkungan.

Apa Itu Co-Firing dan Bagaimana Cara Kerjanya?

Co-firing merupakan proses mencampur batu bara dengan biomassa seperti serbuk kayu, cangkang kelapa sawit, limbah pertanian, atau bahkan sampah rumah tangga yang sudah diproses. Campuran ini dibakar bersama di boiler PLTU, sehingga bisa menghasilkan listrik seperti biasa, tetapi dengan emisi karbon yang lebih rendah.

Sejak diperkenalkan pada 2020, PLN telah mengimplementasikan co-firing di lebih dari 40 unit PLTU. Sampai akhir 2023, sekitar 0,9 juta ton biomassa telah dimanfaatkan, dengan estimasi pengurangan emisi gas rumah kaca hingga hampir 1 juta ton CO?e. Angka ini menunjukkan bahwa co-firing bukan hanya wacana, tetapi sudah berjalan dan menghasilkan dampak nyata.

Manfaat Ganda: Energi Lebih Bersih dan Ekonomi Lokal Bergerak

Selain berkontribusi pada penurunan emisi, co-firing juga membuka peluang ekonomi baru. Salah satunya melalui keterlibatan masyarakat dalam pengumpulan dan produksi biomassa. Di beberapa daerah, masyarakat mulai dilibatkan untuk mengolah sampah menjadi pelet bahan bakar, yang kemudian digunakan oleh PLTU terdekat. Ini memberi nilai tambah bagi limbah dan mendorong ekonomi sirkular.

Tak hanya itu, co-firing juga memperpanjang umur operasional PLTU yang sudah ada, tanpa perlu investasi besar untuk pembangkit baru. Bagi Indonesia yang masih sangat bergantung pada PLTU untuk pasokan listrik nasional, pendekatan ini dianggap cukup realistis di tengah tuntutan global terhadap transisi energi.

Namun, Bukan Tanpa Tantangan

Meski terdengar menjanjikan, co-firing tidak lepas dari sejumlah kendala. Di lapangan, tidak semua PLTU dirancang untuk membakar biomassa. Beberapa unit menghadapi hambatan teknis, seperti efisiensi yang menurun atau risiko kerusakan peralatan akibat jenis biomassa tertentu.

Tantangan lain yang sering muncul adalah pasokan. Ketersediaan biomassa yang stabil dan sesuai standar menjadi salah satu titik krusial. Jika tidak dikelola dengan baik, justru dikhawatirkan berpotensi menimbulkan masalah baru, termasuk risiko deforestasi akibat pembukaan lahan untuk bahan baku biomassa.

Selain itu, sebagian kalangan menyuarakan bahwa co-firing hanya solusi sementara. Selama batu bara masih menjadi bahan bakar utama, maka transisi menuju energi bersih belum bisa dikatakan sepenuhnya berhasil.

Co-firing memberikan ruang bagi Indonesia untuk memperbaiki emisi sektor ketenagalistrikan tanpa harus menghentikan PLTU secara drastis. Namun, strategi ini juga menuntut tata kelola yang lebih ketat dan berkelanjutan, baik dari sisi teknis maupun lingkungan.

Ikuti ListrikIndonesia di GoogleNews

#PLTU

Index

Berita Lainnya

Index