Listrik Indonesia | Anggota Komisi V DPR RI, Sudjatmiko, menyampaikan kekhawatirannya terhadap tingginya harga bahan bakar pesawat (avtur) dan biaya perawatan pesawat yang dinilainya tidak lagi sesuai dengan kondisi pasar. Hal ini ia sampaikan dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi V bersama Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan di Gedung DPR RI, Jakarta.
Menurut Sudjatmiko, struktur biaya dalam penentuan tarif pesawat udara perlu dikaji ulang, terutama pada komponen-komponen besar seperti avtur, sewa pesawat, dan perawatan. Ia menilai tingginya harga avtur merupakan salah satu penyebab utama mahalnya tiket penerbangan domestik.
“Jadi ada sewa pesawat, maintenance, avtur seperti itu. Saya rasa kalau avtur itu nanti mungkin kebijakannya di Kementerian ESDM bagaimana bisa mengefisienkan,” ujar Sudjatmiko, dikutip Senin (26/05/2025).
Mengacu pada data dari situs resmi Pertamina, harga avtur di Bandara Soekarno-Hatta pada Mei 2025 tercatat sebesar Rp12.743 per liter untuk penerbangan domestik. Angka ini dinilai lebih tinggi dibandingkan dengan harga di beberapa negara tetangga.
“Jadi kalau avtur di luar negeri Rp7.000 di Indonesia Rp12.000 ya kira-kira. Padahal negaranya tidak begitu jauh lagi dan bahkan yang jualan 7.000 itu dulu belajarnya sama orang Indonesia. Ini agak fenomena nih sebenarnya,” tambahnya.
Selain avtur, Sudjatmiko juga menyoroti meningkatnya biaya perawatan pesawat. Ia menduga tingginya biaya tersebut salah satunya disebabkan oleh kurangnya pemanfaatan tenaga kerja dalam negeri yang kompeten di bidang perawatan pesawat.
“Yang kedua untuk maintenance tadi Pak Dirjen, ini kalau saya bilang faktor maintenance seperti itu menurut saya masih terlalu tinggi. Mungkin kalau sparepart oke lah tapi SDM ini menurut saya masih bisa ditekan,” ujarnya.
Ia mendorong keterlibatan lebih besar dari pemerintah, termasuk Kementerian Perhubungan dan lembaga pendidikan, dalam memperkuat ekosistem sumber daya manusia sektor aviasi. Menurutnya, Indonesia memiliki potensi besar dari lulusan teknik penerbangan yang sayangnya belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam negeri.
“Jadi, bagaimana cara menekannya? Ini harus dibantu juga dari kementerian, misalkan menyediakan SDM-SDM yang luar biasa dari Indonesia. Kita tahu beberapa tahun dulu banyak sarjana-sarjana hebat industri penerbangan dari Bandung, pabriknya di Bandung tapi tidak balik lagi di Indonesia seperti itu,” jelasnya.
Dalam rapat yang sama, Dirjen Perhubungan Udara memaparkan bahwa avtur tetap menjadi komponen terbesar dalam struktur biaya tiket pesawat, yakni sekitar 27-28% dari total. Sedangkan biaya perawatan mengalami kenaikan cukup besar, dari 7,3% pada 2019 menjadi 20,14% pada tahun 2025.
Jika digabungkan dengan biaya sewa pesawat, ketiga komponen tersebut menyumbang lebih dari setengah dari keseluruhan biaya tiket. Menanggapi hal itu, Sudjatmiko mendorong adanya kolaborasi antar kementerian untuk mengevaluasi ulang kebijakan yang mempengaruhi struktur biaya penerbangan, demi menciptakan harga tiket yang lebih wajar dan terjangkau bagi masyarakat.
.jpg)

