Listrik Indonesia | Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Patijaya, menyoroti masuknya teknologi nuklir ke dalam rencana pembangunan kelistrikan nasional sebagai sinyal serius Indonesia menuju kemandirian energi.
Dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) terbaru, pemerintah mulai mengalokasikan kapasitas 500 megawatt (MW) untuk pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), dengan pendekatan reaktor modular kecil atau Small Modular Reactor (SMR).
Menurut Bambang, dari total 500 MW tersebut, alokasi akan dibagi masing-masing 250 MW di wilayah Sumatera dan Kalimantan. Ia menilai langkah ini sebagai awal konkret transisi menuju teknologi energi baru dan terbarukan yang bersifat kontinyu dan andal.
“Ini adalah perencanaan awal untuk SMR. Teknologi ini lebih fleksibel dan cocok untuk kebutuhan Indonesia yang geografisnya luas. Saat ini, teknologi dari Rusia melalui Rosatom menjadi yang paling siap dan layak dipertimbangkan,” ucapnya dalam siaran wawancaranya.
Bambang menjelaskan bahwa dalam industri nuklir, pemilihan mitra teknologi harus sangat selektif. Pengusung teknologi wajib memiliki tiga lisensi utama: izin desain, izin konstruksi, dan izin operasi. Dari sejumlah pihak yang datang menawarkan kerja sama kepada Komisi XII, Rosatom dinilai paling lengkap dan siap dari sisi regulasi dan teknis.
“Beberapa pihak datang membawa penawaran, tapi banyak yang belum memenuhi syarat utama itu. Sedangkan Rosatom sudah memiliki semua lisensi tersebut,” katanya.
Ia juga mengungkapkan, model kerja sama yang ditawarkan Rosatom tergolong inovatif: SMR yang dioperasikan di atas kapal. Model ini meniru praktik di Rusia, di mana pembangkit nuklir digunakan untuk kapal induk dan pemecah es, dan kini dikembangkan untuk kebutuhan sipil di negara-negara berkembang.
“Konsepnya, modul SMR bisa dipasang di kapal, lalu dioperasikan di wilayah Indonesia. Kapalnya bisa dari Indonesia, modulnya dari mereka. Ini menarik karena efisien, fleksibel, dan cepat diterapkan,” jelasnya.
PLN Punya Ruang Menentukan Mitra
Meski Rusia disebut sebagai kandidat terkuat saat ini, Bambang menegaskan bahwa kewenangan penentuan mitra teknologi tetap berada di tangan PLN. Komisi XII, kata dia, hanya memberi arahan agar proses seleksi dilakukan secara objektif, transparan, dan tidak ditunggangi kepentingan sempit.
“Kami serahkan kepada PLN untuk menentukan siapa mitra terbaik. Yang penting, teknologi tersebut memenuhi persyaratan dan sesuai dengan kebutuhan nasional. Kita tidak mau ambil risiko untuk proyek sebesar ini,” ujar Bambang pada pekan ini.
Investasi Harus Didukung Skema yang Kuat
Dalam soal pendanaan, Bambang menekankan pentingnya dukungan pembiayaan yang solid agar proyek nuklir tidak mangkrak di tengah jalan. Ia menilai model bisnis SMR yang lebih ringan dan modular memberi keuntungan tersendiri dalam menarik investor.
“Investasi nuklir harus disiapkan secara matang. Jangan sampai proyek ini berhenti karena masalah dana. Kita butuh investor dengan kekuatan finansial yang nyata. Dan untungnya, pemerintah saat ini cukup progresif dalam menjamin kepastian investasi, apalagi dengan adanya Danantara yang mengonsolidasikan pembiayaan BUMN,” pungkasnya.
