Listrik Indonesia | Ketegangan geopolitik kembali memanas setelah Parlemen Iran menyepakati rencana penutupan Selat Hormuz, buntut dari dugaan agresi Amerika Serikat terhadap fasilitas nuklir negara tersebut.
“Parlemen telah mencapai kesimpulan bahwa Selat Hormuz harus ditutup,” ungkap Mayor Jenderal Esmaeil Kowsari, anggota Komisi Keamanan Nasional Parlemen Iran, seperti dilaporkan Press TV yang dikutip dari Anadolu Agency, Senin (23/6).
Langkah ini berpotensi memicu dampak besar pada rantai pasok energi global. Selat Hormuz yang terletak di muara Teluk Persia menjadi jalur vital perdagangan energi dunia. Sekitar 20 persen pasokan minyak global setara dengan 17 hingga 18 juta barel per hari mengalir melalui jalur sempit tersebut.
Selain minyak, Selat Hormuz juga merupakan jalur utama ekspor gas alam cair (LNG), terutama dari Qatar sebagai salah satu produsen LNG terbesar dunia. Kawasan ini menghubungkan Teluk Persia ke laut lepas, menjadi urat nadi ekspor bagi negara-negara seperti Iran, Arab Saudi, Irak, Kuwait, dan Uni Emirat Arab.
Melihat situasi yang berkembang, PT Pertamina (Persero) memastikan telah melakukan langkah antisipasi. Vice President Corporate Communication Pertamina, Fadjar Djoko Santoso, menyebut pihaknya telah menyiapkan skenario pengalihan jalur distribusi energi.
“Kami sudah mengamankan armada kapal dan menyiapkan rute alternatif yang lebih aman, di antaranya melalui wilayah perairan Oman dan India,” jelas Fadjar kepada media.
Ia menambahkan bahwa jika penutupan Selat Hormuz benar-benar terjadi, gangguan terhadap distribusi minyak global tak bisa dihindari.
Namun, Pertamina menjamin bahwa pasokan energi untuk kebutuhan dalam negeri saat ini masih dalam kondisi stabil. “Secara umum, pasokan energi nasional tetap terkendali,” tutup Fadjar.
