Listrik Indonesia | Komisi XII DPR RI meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk kembali menerapkan skema Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) sektor mineral dan batubara menjadi satu tahun, bukan lagi tiga tahun seperti yang berlaku belakangan ini.
Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Bambang Haryadi, menyebut ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan industri menjadi alasan utama usulan ini. Ia mencontohkan komoditas bauksit yang mengalami kelebihan pasokan secara drastis.
“RKAB bauksit itu mencapai 45 juta ton, tapi serapan industri hanya sekitar 20 juta ton. Kelebihan ini membuat harga komoditas anjlok,” ujar Bambang dalam Rapat Dengar Pendapat di DPR RI, Rabu (2/7/2025).
Menurutnya, jika RKAB tetap dibuat dalam skema tiga tahunan, pemerintah akan kesulitan mengontrol volume produksi dengan kebutuhan riil pasar. Oleh karena itu, Komisi XII mendesak Menteri ESDM untuk menyesuaikan kembali periode RKAB menjadi tahunan demi menjaga stabilitas harga dan pasokan.
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia pun sepakat. Ia mengatakan bahwa pemberian RKAB selama tiga tahun terakhir cenderung terlalu longgar, menyebabkan produksi mineral dan batubara
meningkat jauh melebihi kebutuhan pasar global.
”Akibatnya, kita tidak bisa mengatur keseimbangan antara produksi dan permintaan dunia. Dampaknya, harga turun drastis,” kata Bahlil.
Bahlil menambahkan, konsumsi batubara dunia saat ini berada di kisaran 8–9 miliar ton per tahun, tetapi volume yang benar-benar diperdagangkan hanya sekitar 1,2–1,3 miliar ton. Dari jumlah itu, hampir separuhnya berasal dari Indonesia, menjadikan pasar sangat rentan terhadap oversupply.
Untuk tahun 2025, ESDM menetapkan target produksi batubara sebesar 735 juta ton lebih rendah dari realisasi tahun 2024 yang menembus 836 juta ton atau 117% dari target awal.
“Usulan Komisi XII kami terima. RKAB akan kembali kami tetapkan setiap tahun,” tegas Bahlil.
