Listrik Indonesia | Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menegaskan komitmennya dalam mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) guna mendukung ketahanan energi dan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini disampaikan oleh Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Wahyu Utomo, saat membuka acara Indonesia Best Electricity Award (IBEA) 2025 yang berlangsung di Hotel Bidakara, Jakarta, 3–4 Juli 2025.
Dalam sambutannya, Wahyu menyampaikan bahwa pemerintah terus mendorong investasi hijau serta percepatan pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT. “Untuk mewujudkan energi berkelanjutan, dibutuhkan dukungan teknologi inovatif dan kolaborasi semua pemangku kepentingan,” ujarnya.
Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Wahyu Utomo. (Dok.Listrik Indonesia)
IBEA 2025 dinilai menjadi platform strategis dalam mengapresiasi pelaku industri ketenagalistrikan yang berinovasi dan berkontribusi terhadap ketahanan energi nasional. Wahyu menekankan bahwa dalam menghadapi tantangan global seperti pandemi, konflik geopolitik, dan fluktuasi harga energi, Indonesia harus menguatkan ketahanan pasokan listrik dan efisiensi sistem kelistrikan.
“Ketahanan energi kini menjadi agenda strategis nasional. Kita harus menjamin kontinuitas pasokan listrik, menjaga stabilitas harga, dan meningkatkan efisiensi di seluruh rantai nilai kelistrikan,” tegasnya.
Ia mengungkapkan bahwa kebutuhan energi Indonesia akan terus meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan mencapai 5,2% pada 2025, dengan kebutuhan listrik diperkirakan mencapai 300 TWh pada 2060. Transformasi industri digital seperti pusat data, cloud computing, dan kecerdasan buatan pun mempercepat permintaan akan pasokan listrik yang andal, bersih, dan efisien.
“Data center tidak hanya butuh listrik 24 jam tanpa henti, tetapi juga harus bersumber dari energi bersih,” imbuh Wahyu.
Pemerintah menargetkan bauran EBT sebesar 23% pada 2025, meningkat dari capaian 14,3% saat ini. Investasi dari BUMN dan sektor swasta terus didorong, termasuk melalui program Just Energy Transition Partnership (JETP) senilai US$ 20 miliar.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025–2029, percepatan pembangunan pembangkit EBT hingga 20,9 GW menjadi salah satu prioritas utama. Pemerintah juga menekankan pentingnya inovasi dalam bentuk smart grid, digitalisasi jaringan, dan pemeliharaan prediktif guna mengatasi tantangan biaya dan risiko pembangunan pembangkit yang tinggi. (*)
