Listrik Indonesia | PT Pertamina (Persero) menilai tahun 2026 akan menjadi periode penuh tantangan bagi kinerja keuangan perusahaan. Hal ini dipicu oleh tren penurunan harga minyak mentah yang terjadi akibat kelebihan pasokan di pasar global.
Wakil Direktur Utama Pertamina Oki Muraza menjelaskan bahwa harga minyak mentah global diperkirakan masih akan terus melemah sehingga memberi tekanan pada profitabilitas perusahaan. Kondisi ini sudah terlihat sejak awal konflik Rusia-Ukraina.
"Tentu ini sangat mempengaruhi keekonomian dan profitabilitas dari Pertamina, dan menurut beberapa konsultan, perkiraannya tahun depan itu akan terus turun hingga di angka 59 hingga 60 USD per barel," kata Oki dalam Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Kamis (11/9/2025).
Oki menambahkan, pelemahan harga minyak dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, meningkatnya pasokan dari negara-negara anggota OPEC+ maupun produsen non-OPEC. Kedua, melemahnya permintaan global akibat perlambatan ekonomi, khususnya di China. Selain itu, situasi geopolitik yang tidak stabil semakin memperburuk kondisi pasar.
"Dan, sebagaimana kita ketahui, harga minyak mentah ini sangat berpengaruh kepada bisnis hulu di Pertamina dan juga di Indonesia," ujarnya.
Menurut Oki, tekanan tidak hanya dirasakan pada sektor hulu, tetapi juga berdampak pada industri pengolahan minyak secara global.
"Kita bisa melihat beberapa perusahaan besar itu mengalami impairment dan juga mengalami kendala dalam mendapatkan profitabilitas," jelasnya.
Selain itu, kondisi kelebihan pasokan juga terjadi pada produk kilang. Hal ini menyebabkan selisih harga antara minyak mentah dan produk olahan semakin tipis.
"Dengan ini, tentu menjadi tantangan tersendiri bagi Pertamina dan perusahaan energi lainnya, baik itu National Oil Company maupun International Oil Company. Ada banyak kilang dunia yang ditutup di Eropa, di Amerika, di Australia, dan diperkirakan ada 17 kilang yang akan tutup menjelang tahun 2030," kata Oki.
.jpg)
