Listrik Indonesia | Indonesia kembali menegaskan posisinya sebagai pionir dalam transisi energi berbasis bahan bakar nabati dengan mengimplementasikan program Biodiesel B40 mulai awal tahun 2025. Program ini merupakan kelanjutan dari keberhasilan B30 yang telah dijalankan secara nasional sejak 2020, menjadikan Indonesia sebagai negara pertama di dunia yang melakukannya. Biodiesel B40 adalah campuran 40% bahan bakar nabati (yang mayoritas berasal dari minyak kelapa sawit) dengan 60% bahan bakar fosil jenis solar. Formulasi ini bukan sekadar inovasi teknis, tetapi bagian dari strategi jangka panjang untuk memperkuat kemandirian energi nasional, mengurangi ketergantungan impor, dan mendorong hilirisasi industri sawit.
Dampak Ekonomi dan Lingkungan
Menurut data yang dirilis oleh Kementerian ESDM melalui akun Instagram resmi @kesdm, hingga September 2025, implementasi B40 telah memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian dan lingkungan. Realisasi pemanfaatan biodiesel mencapai 10,57 kiloliter (KL), dengan penghematan devisa sebesar Rp93,43 triliun. Selain itu, nilai tambah industri CPO tercatat Rp14,72 triliun, dan program ini mendukung terciptanya 1,33 juta lapangan kerja. Dari sisi lingkungan, B40 berkontribusi terhadap penurunan emisi karbon sebesar 28 juta ton, menjadikannya instrumen penting dalam pencapaian target iklim nasional.
Menuju B50: Komitmen Berkelanjutan
Setelah B40, pemerintah menargetkan implementasi B50, yaitu campuran 50% biodiesel dalam solar. Langkah ini memperkuat posisi Indonesia sebagai pemimpin global dalam pemanfaatan energi terbarukan berbasis sawit, sekaligus memperluas pasar domestik bagi industri kelapa sawit yang berkelanjutan. Program B40 adalah bukti bahwa transisi energi di Indonesia bukan sekadar wacana, melainkan strategi yang dijalankan dengan keberanian, konsistensi, dan dampak nyata. Dengan dukungan kebijakan yang tepat dan sinergi lintas sektor, Indonesia berpotensi menjadi model global dalam integrasi energi terbarukan dan pembangunan ekonomi hijau.
.jpg)
